Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua DPR Setya Novanto rampung diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (14/5/2019).
Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT PLN nonaktif Sofyan Basir terkait kasus dugaan suap proyek MT Riau-1.
Usai diperiksa, terpidana kasus korupsi KTP elektronik itu mengaku tak pernah bertemu Sofyan Basir untuk membahas proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1.
"Gak pernah. Gak pernah," tegas pemilik nama populer Setnov ini seolah membantah isi dakwaan KPK terhadap adanya sejumlah pertemuan antara dia dan Sofyan Basir yang membahas proyek tersebut.
Tak hanya itu, Setnov juga membantah pernah meminta proyek kepada Sofyan Basir. Setnov berujar bahwa pembahasan dengan Sofyan Basir terkait PLTG yang mangkrak.
"Saya meluruskan bahwa gak pernah saya meminta untuk PLTU Riau-1, yang saya tanyakan adalah berkaitan PLTG," ujar Setnov.
Setnov sekali lagi mengelak. ia menyatakan tak ada pertemuan untuk membahas PLTU Riau-1 yang belakangan disebut sebagai proyek kawalan untuk mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih.
Menurut Setnov, Sofyan Basir menjelaskan capaian soal program pembangkit gas 35.000 MW mengingat yang sudah berhasil hanya 27.000 MW.
"Saya menanyakan [PLTG] karena sudah lama enggak berjalan. Jadi saya nanyakan itu," ujar Setnov.
Dalam pusaran kasus ini, nama Setya Novanto disebut dalam dakwaan KPK sebagai salah satu orang yang akan mendapatkan jatah fee proyek. Dari nilai proyek US$900 juta, ada 2,5 persen atau US$25 juta (setaraRp363 miliar) yang akan dibagi-bagikan.
Dalam dakwaan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo, Setya Novanto diduga mendapat jatah sebesar US$6 juta atau sekitar Rp86 miliar.
Adapun keterkaitan antara Soyfan Basir dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu adalah ketika Sofyan hadir dalam pertemuan di rumah Setya Novanto dan menawarkan proyek PLTU kepada Setya Novanto.
Sesuai dakwaan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sekaligus terpidana kasus ini, Sofyan saat itu menawarkan proyek PLTU Riau-1.
Berdasarkan dakwaan, pada 2016 lalu, Eni mengajak Sofyan Basir yang didampingi Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso menemui Setya Novanto.
Dalam pertemuan itu, Setya Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan Basir. Akan tetapi, Sofyan menolaknya dan menjawab bahwa PLTGU Jawa III sudah ada kandidatnya. Sementara proyek PLTU Riau-1 belum ada kandidat.
Setya Novanto juga meminta Eni Saragih mengawal proyek itu dan membantu Kotjo agar mendapatkan proyek PLTU Riau-1 dengan mengenalkan Kotjo pada direksi PLN termasuk Sofyan Basir. Kemudian, Eni dijanjikan fee oleh Setya Novanto senilai US$1 juta.
Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul Kotjo, Eni dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johannes B. Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd. dan CHEC selaku investor.
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Dalam perkembangannya, Sofyan pun melayangkan gugatan praperadilan atas status penetapan tersangka dirinya.