Bisnis.com, JAKARTA – Pengamanan di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi berlipat sejak seminggu belakangan. Puluhan personel kepolisian berjaga di sekitar gedung. Pos pengamanan pun didirikan.
Kondisi seperti ini bermula saat Mayjen (purn) Kivlan Zen, Letjen (purn) Syarwan Hamid, anggota Penasihat Persaudaraan Alumni 212 Eggi Sudjana, dan kawan-kawan mendatangi Bawaslu, Kamis (9/5/2019).
Mereka membawa massa yang dinamai Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak).
Hari itu, Eggi memang tidak bisa menyampaikan aksi karena tak memiliki izin untuk demonstrasi. Rencana untuk menyampaikan keluh-kesah gagal dan massa yang sudah ramai akhirnya bubar.
Memang hari itu tidak jadi aksi. Keesokan harinya massa datang lebih banyak. Gerak kali ini bergabung dengan koalisi umat. Mereka berkumpul di Masjid Istiqlal terlebih dahulu melakukan salat Jumat. Setelah itu massa berjalan kaki menuju Bawaslu yang jaraknya sekitar 2 km.
Aparat keamanan sudah berjaga. Sekeliling Bawaslu dipasang kawat berduri. Senjata laras panjang, kendaraan taktis, water canon, hingga barracuda disiapkan.
Baca Juga
Telusuri Kecurangan
Selama dua hari itu, massa memiliki tujuan yang sama, yaitu agar Bawaslu segera menelusuri kecurangan yang ada pada pemilu serentak kali ini. Selain itu, mereka juga meminta pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin didiskualifikasi dari peserta pemilu.
Alasannya, massa menganggap pasangan nomor urut 01 itu tidak bermain jujur. Surat suara yang sudah tercoblos untuk mereka di Malaysia dan Boyolali, Jawa Tengah salah satu buktinya. Padahal saat itu pemungutan suara belum berlangsung.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa mendiskualifikasi suatu calon memang sangat memungkinkan. Akan tetapi tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.
“Dalam Undang-undang 7 tahun 2017 tentang pemilu dikatakan pertama kalau dia melakukan politik uang terstruktur, sistematis, dan masif. Yang kedua kalau melakukan pelanggaran administratif terstruktur, sistematis, dan masif,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (14/5/2019).
Pelanggaran administratif ini pada pasal 460 tertulis meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menjelaskan bahwa ada pula yang membuat peserta pemilu bisa dicoret, yaitu karena menyusun laporan dana kampanye yang tidak benar.
“Untuk mendiskualifikasi atau untuk menggugurkan itu kewenangan daripada Komisi Pemilihan Umum [KPU. Tapi itu KPU bisa melihat pada putusan pengadilan ataupun pada keputusan Bawaslu atau ada rekomendasi Bawaslu,” jelasnya.
5 Jenis Pelanggaran
Terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Jokowi-Amin, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi telah melaporkannya ke Bawaslu pekan lalu. Mereka diwakili Ketua BPN Djoko Santoso, Sekretaris BPN Hanafi Rais, dan Direktur Advokasi dan Hukum BPN Sufmi Dasco Ahmad.
Mereka memiliki lima jenis dugaan pelanggaran administratif yang dilakukan pasangan Jokowi-Amin. Akan tetapi untuk sekarang baru satu ragam.
Laporan ini terkait adanya penggunaan aparatur sipil negara (ASN) untuk menguntungkan pasangan petahana. Bukti-bukti sudah diserahkan berupa berita-berita dari media massa, tampilan layar video, dan testimoni saksi.
Alasan laporan dibuat terpisah karena tim BPN harus mengumpulkan temuan lainnya untuk memperkuat kecurangan yang dilakukan pasangan nomor urut 01 ini.
“Ini kan bikin lima laporan yang sempurna memakan waktu sehingga kita tidak mau gegabah dan mana yang sudah siap kita masukan. BPN tidak akan lewatkan sedikitpun celah hukum untuk secara konstitusional lakukan langkah hukum yang berlaku,” ucap Sufmi.