Bisnis.com, JAKARTA – Pasar ekuitas di seluruh dunia serentak diguncangkan cuitan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengancam akan menaikkan tarif terhadap barang-barang China pekan ini.
Lantas berapa total kerugian yang diderita saham global akibat ulah Trump tersebut?
Tajamnya lidah manusia melebihi pedang yang paling tajam sekalipun, begitu kata orang-orang bijak. Hanya dengan dua cuitan berjumlah total 102 kata, Trump buktinya mampu menghapus nilai pasar saham global sebesar sekitar US$1,36 triliun (Rp19.451 triliun, kurs Rp14.300 per dolar AS) sepanjang pekan ini.
For 10 months, China has been paying Tariffs to the USA of 25% on 50 Billion Dollars of High Tech, and 10% on 200 Billion Dollars of other goods. These payments are partially responsible for our great economic results. The 10% will go up to 25% on Friday. 325 Billions Dollars....
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 5, 2019
Tidak hanya memicu kerugian, cuitan Trump pada Minggu (5/5/2019) mendorong kembalinya lonjakan volatilitas. Indeks Cboe Volatility, barometer volatilitas pasar, naik 50 persen dalam dua hari dan menembus level 20 untuk pertama kalinya sejak Januari.
....of additional goods sent to us by China remain untaxed, but will be shortly, at a rate of 25%. The Tariffs paid to the USA have had little impact on product cost, mostly borne by China. The Trade Deal with China continues, but too slowly, as they attempt to renegotiate. No!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 5, 2019
Risiko seputar hubungan perdagangan AS-China, yang tidak ada dalam radar investor hingga akhir pekan lalu, membanjir kembali.
Dalam beberapa pekan sebelumnya, pasar telah terbuai tumbuhnya optimisme dari diskusi perdagangan yang berjalan dengan baik, sikap dovish bank-bank sentral, dan laporan keuangan perusahaan AS yang lebih baik dari perkiraan.
Baca Juga
“Pergeseran terkini menambah dimensi baru ketidakpastian terhadap apa yang diasumsikan sebagian besar pelaku pasar atas kesepakatan yang dilakukan,” jelas Eleanor Creagh, pakar strategi pasar di Saxo Capital Markets, seperti dikutip Bloomberg.
Kerry Craig, pakar strategi pasar global di JPMorgan Asset Management, masih meyakini dapat tercapainya kesepakatan perdagangan antara AS dan China, meskipun bisa memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan.
“Penurunan di pasar disebabkan atas seberapa kerasnya rally yang telah dialami ekuitas global dan investor mungkin telah mencari alasan untuk mengambil untung,” ujarnya berpendapat.
Mengingat kemerosotan yang dialami pasar saham, jelas sebagian investor telah melakukan reposisi.
“Saya rasa investor meringankan portofolio mereka sebagai tindakan pencegahan,” tutur Jeffrey Halley, analis pasar senior di Oanda Asia Pacific.
Halley melihat "jalan tengah" untuk pasar dengan sentimen yang mendasari bahwa kesepakatan akan dilakukan. Sementara itu, semangat aktivitas perdagangan dapat mengangkat ekspektasi pertumbuhan dan pendapatan.
“Saya tidak akan meninggalkan pasar ekuitas,” lanjut Craig.
Menurut Alex Wong, Direktur Manajemen Aset di Ample Capital Ltd., bahkan jika tidak ada kesepakatan yang dapat tercapai, dampaknya tidak akan separah itu pada pasar.
Semuanya kini bergantung pada apa yang akan terjadi pada Kamis dan Jumat pekan ini ketika kedua negara kembali bertemu dan mengadakan putaran baru perundingan di Washington.
“[Pertemuan] itu berpeluang menyebabkan pekan yang sangat emosional,” tambah Halley dari Oanda.