Kabar24.com, JAKARTA — Penuntasan proses kepailitan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atau SNP Finance masih terkatung-katung akibat belum dilakukannya verifikasi tagihan dari seluruh kreditur.
Hakim pengawas kepailitan SNP Finance Marulak Purba meminta kurator untuk segera menyelesaikan proses penetapan tagihan, mulai dari tahap praverifikasi hingga verifikasi, supaya pengadilan dapat menetapkan insolvency atau gagal bayar terhadap perusahaan pembiayaan itu.
“Ini sudah lama sekali, SNP diputuskan sejak pailit hingga sekarang belum ada praverifikasi, supaya kami bisa melanjutkan penetapan insolvency. Makanya, ini sudah ada nilai Rp1,07 triliun, kita bersama-sama mendorong kesepakatan penjualan bawah tangan atau lelang,” kata Marulak dalam rapat kreditur, pekan lalu.
Dalam rapat bersama para kreditur, SNP Finance diketahui memiliki potensi budel pailit senilai Rp1,07 triliun.
Dana tersebut berasal dari kumpulan piutang atau oustanding perusahaan dan barang tarikan yang tersebar pada 80 kantor cabang perusahaan di sejumlah kota di Indonesia.
Menurut Marulak, dengan adanya potensi barang-barang tarikan senilai Rp1,07 triliun tersebut, para kreditur diharapkan mempertimbangkan penjualan bawah tangan atau mekanisme lelang.
Terhadap kedua opsi itu, sebagai hakim pengawas, dia berharap agar kreditur mempertimbangkan kemungkinan untuk menjual barang-barang itu di bawah tangan.
Pasalnya, papar dia, apabila dijual berdasarkan mekanisme lelang akan membutuhkan waktu yang lama dan membuat nilai barang menjadi susut karena kondisi barang bisa rusak.
“Kalau lelang tidak laku-laku, tetapi kalau di jual bawah tangan ada nilainya. Namun, ini harus seizin bersama-sama para kreditur,” ucapnya.
Selain itu, dia berharap agar kreditur menyampaikan informasi apabila ada kreditur yang menahan atau menguasai barang milik SNP Finance.
Terkait dengan jumlah tagihan, Corporate Secretary SNP Finance Ongko Purba menjabarkan bahwa piutang SNP Finance senilai Rp1,07 triliun tersebar di sejumlah kota dan kantor pusat yakni, 36 kantor cabang di Pulau Jawa yang menggenggam 412.755 konsumen dengan piutang sebanyak Rp543,06 miliar.
Kemudian, sebanyak 18 kantor cabang di Pulau Sumatra mempunyai 148.740 konsumen dengan piutang Rp205,21 miliar, 11 kantor cabang di Pulau Sulawesi dengan 95.647 konsumen dan piutang senilai Rp121,99 miliar.
Selanjutnya, delapan kantor cabang di Pulau Kalimantan mempunyai 38.952 konsumen dengan piutang Rp61,49 miliar, 6 kantor di Bali-Lombok, Nusa Tenggara Timur dan Barat ada 46.359 konsumen dengan nilai Rp63,34 miliar, dan 1 kantor pusat dengan 20.842 konsumen serta piutang Rp77,17 miliar.
“Ada lagi inventarisasi barang-barang tarikan ini kayak furnitur, kendaran, kondisinya mulai memprihatinkan. Total elektronik ada 40 unit, furnitur ada 41 unit, otomotif ada 4 unit. Semuanya ada 956 unit,” ucapnya.
Kurator SNP Finance Irfan Aghasar mengatakan bahwa pihaknya menjadwalkan masa praverifikasi selama 2 pekan karena jumlah kreditur SNP yang tidak sedikit.
“Setelah itu penetapan insolvency, kami sedang menyusun jadwalnya. Kami imbau kepada kreditur selain mendaftarkan tagihan, juga membuka dana milik debitur SNP supaya memudahkan operasional SNP,” ucapnya.
Kepailitan SNP Finance terjadi karena perusahaan itu gagal membayar utang kepada para pemegang MTN atau krediturnya.
Putusan PN Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pailit kepada SNP Finance pada 26 Oktober 2018.
Kreditur separatis yang menolak berdamai dengan SNP Finance adalah PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank BCA Tbk., dan PT Bank Panin Indonesia Tbk., dengan masing-masing memiliki tagihan sebesar Rp1,40 triliun, Rp209,80 miliar, dan Rp140,13 miliar.
Kreditur separatis yang menyatakan setuju atau menerima rencana perdamaian hanya memiliki suara 144.328 suara atau 39%.
Sementara itu, kreditur konkuren memiliki hak voting sebanyak 23.234 suara bersikap menyetujui 100% perdamaian yang ditawarkan oleh SNP Finance. Kreditur konkuren memegang tagihan Rp232,33 miliar.