Bisnis.com, JAKARTA - Sidang perdana praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kementerian Agama, Romahurmuziy, resmi ditunda hingga 6 Mei 2019.
Sedianya, sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (22/4/2019) dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Agus Widodo.
Agus Widodo mengatakan telah menerima surat permintaan penundaan sidang dari termohon dalam hal ini KPK selama 3 minggu atau 13 Mei 2019. "Minta waktu penundaan," katanya, Senin (22/4/2019).
Romahurmuziy selaku pemohon diwakili oleh kuasa hukum Maqdir Ismail awalnya sempat keberatan dengan waktu penundaan selama 3 minggu tersebut. Kemudian, majelis hakim memutuskan untuk mengambil jalan tengah.
"Sidang ditunda menjadi 6 Mei 2019 atau dua minggu ke depan. Memanggil lagi kepada termohon dan pemohon pada 6 Mei," ujarnya.
Juru bicara KPK Febri Diansyah sebelumnya mengaku telah mengirimkan surat permohonan penundaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Biro Hukum KPK telah mengirimkan surat pada PN Jaksel atau hakim praperadilan untuk meminta penundaan persidangan praperadilan," kata Febri melalui pesan singkat, Senin (22/4/2019).
Menurut Febri, masih ada yang harus dikoordinasikan oleh Biro Hukum KPK termasuk persiapan bukti-bukti yang relevan guna menyanggah sejumlah petitum permohonan yang diajukan mantan Ketum PPP tersebut.
Akan tetapi, sebelumnya lembaga antirasuah menyatakan akan siap menghadapi praperadilan Romahurmuziy alias Rommy mengingat tidak ada hal baru dalam praperadilan yang diajukan tersebut.
Kuasa Hukum Rommy, Maqdir Ismail sebelumnya berharap agar KPK memenuhi persidangan ini. "Kita harapkan mereka datang. Karena bagaimanapun juga proses praperadilan," ujarnya.
Rommy selaku pemohon sebelumnya mengajukan praperadilan pada 1 April 2019 dengan nomor perkara 28/Pid.Pra/2019/PN JKT.Sel yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.
Adapun sejumlah petitum permohonan yang diajukan Rommy di antaranya terkait penyadapan dan merekam pembicaraan oleh KPK yang dinilai tindakan tersebut tidak berdasarkan atas hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, ditetapkannya Rommy sebagai tersangka dengan dikeluarkannya Sprindik pada 16 Maret 2019 dinilai tidak sah dan bertentangan dengan hukum.
Selanjutnya, KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap Rommy terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait seleksi jabatan pada Kementerian Agama RI tahun 2018-2019.
Mereka menilai hal ini merupakan kewenangan penegak hukum lainnya yaitu Kejaksaan atau Kepolisian sehingga meminta menyerahkan seluruh dan segala berkas terkait dengan dugaan tindak pidana tersebut kepada Kejagung atau pihak kepolisian.
Kemudian, penyelidikan dan penyidikan KPK terhadap Rommy dinilai prematur atau belum waktu/saatnya. Oleh karena itu, pihak Rommy memerintahkan KPK untuk memberikan kesempatan bagi Rommy untuk menjalankan hak asasinya yang dijamin dan dilindungi oleh undang-undang.
Hal itu guna melaporkan penerimaan yang diterimanya sesuai dengan perundangan yang berlaku, dan selanjutnya menyatakan bahwa adanya tindakan pelaporan yang dilakukan oleh Rommy demi hukum meniadakan sifat melawan hukum pidana yang terkandung dalam perkara.
Tak sampai disitu, KPK diminta memulihkan hak-hak Rommy dalam kedudukan, harkat dan martabatnya. Kuasa hukum juga memerintahkan KPK untuk mengeluarkan mantan Ketum PPP itu dari Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK.