Bisnis.com,BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengevaluasi sejumlah sistem pencoblosan dalam Pemilu mendatang, karena banyak mahasiswa di Bandung tak bisa mencoblos sehingga menjadi golput.
Ridwan Kamil mengatakan dalam teleconference bersama Kemendagri pihaknya meminta kecanggihan e-KTP dimaksimalkan untuk mempermudah masyarakat menyalurkan hak pilihnya.
Hal itu disampaikannya usai melakukan video conference dengan pihak Kemendagri terkait evaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (18/4/2019).
Pria yang akrab disapa Emil itu mengeluhkan banyak warga, khusunya mahasiswa di wilayah Bandung Raya tidak bisa pulang kampung untuk mencoblos di Pemilu 2019 karena pertimbangan ongkos yang mahal. Problematika teknis itu dinilai berkontribusi pada angka golput.
"Kalau bisa sistem yang mencoblos ini diperbaiki karena khususnya di Bandung Raya banyak mahasiswa yang tak memungkinkan pulang kampung karena ongkos yang mahal sehingga menjadi golput," katanya.
Menurut logikanya, e-KTP sudah mereka semua data kependudukan. Jadi, warga yang memilikinya bisa mencoblos dimana pun, meski tak di daerah domisili. Potensi kecurangan bisa diselesaikan oleh bantuan ahli. Jadi, setelah menyalurkan hak pilih, data mereka sudah ter-input.
Mekanisme itu menurutnya hanya salah satu ilustrasi. Intinya, antusiasme masyarakat untuk mencoblos harus diakomodir dengan lebih maksimal oleh sistem yang dibuat pemerintah. "Sehingga, kendala administrasi tidak lagi jadi sebuah kendala saat proses pemilihan berlangsung," ujarnya.
Selain itu, dirinya berharap demokrasi makin murah. Ia mengusulkan honor saksi dibiayai negara saja. Apa yang terjadi saat ini adalah setiap kontestan mempunyai banyak menugaskan saksi yang pembiayaannya tak sedikit.
"Jangan semua kontestan punya saksi dikalikan ribu-ribu dikalikan berapa rupiah sehingga menyebabkan pesta demokrasi itu kian mahal," ujarnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada semua masyarakat, kontestan, sekaligus penyelenggara Pemilu tetap tenang menunggu hasil real count. Jangan sampai reaksi terhadap hitung cepat disalurkan dengan cara yang berlebihan.
"Tunggu penghitungan dari KPU. Quick count adalah jendela ilmiah untuk merekam kira-kira. Walaupun keakurasiannya dari track record, saya kira memadai," katanya.
Dia meminta sambil menunggu hasil, lebih baik semua kembali fokus pada pekerjaan dan aktivitas masing-masing, sembari menghindari berita yang menresahkan. Segala urusan Pemilu lebih baik dipercayakan penuh pada pihak penyelenggara.
"Plenonya sendiri sebulan dari sekarang. Selama pleno hindari mengonsumsi berita yang mungkin meresahkan. Contohnya screenahoot penghitungan KPU yang masih hilir mudik karena baru dihitung terus dipilah seolah menjadi opini final," tegasnya.