Bisnis.com, JAKARTA - Nasib terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, Idrus Marham, akan ditentukan hari ini seiring agenda sidang pembacaan vonis hakim, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Berdasarkan agenda persidangan di PN Jakarta Pusat, perkara dengan nomor 9/Pid.Sus-TPK/2019/PN Jkt.Pst tersebut dijadwalkan dimulai pukul 09.25 WIB.
"Agenda pembacaan putusan." begitu bunyi di jadwal persidangan Idrus Marham pada laman PN Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Sebelumnya, mantan Menteri Sosial Idrus dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK meyakini mantan Menteri Sosial itu melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasa 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa Idrus Marham terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Jaksa KPK Lie Putra Setiawan membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Jaksa menyebut, Idrus Marham menerima suap senilai Rp2,25 miliar dari pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Idrus disebut bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sekaligus Anggota Fraksi Golkar membantu Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Kasus bermula ketika Kotjo ingin mendapatkan proyek tersebut dengan menggandeng perusahaan China Huadian Engineering Company Ltd (CHEC) sebagai investor.
Namun, dalam perjalannya Kotjo sempat kesulitan berkomunikasi dengan pihak PLN sehingga meminta bantuan kepada Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saat itu Setya Novanto untuk dipertemukan dengan pihak PLN.
Pada akhirnya, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni sebagai anggota DPR di Komisi VII yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup.
Selanjutnya, Eni membantu Kotjo terkait hal tersebut tetapi dalam perjalannya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait korupsi e-KTP sehingga Eni beralih ke Idrus yang ketika itu menjadi Plt Ketua Umum Partai Golkar.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan juga Eni menemui sejumlah pihak bersama Idrus untuk memuluskan proyek PLTU MT Riau-1 tersebut.
Adapun Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang US$2,5 juta kepada Kotjo untuk digunakan keperluan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar pada 2017. Dalam struktur kepanitiaan, Eni menjabat sebagai Bendahara.
Mereka sebelumnya dijanjikan oleh Kotjo soal adanya fee 2,5% apabila proyek senilai US$900 juta tersebut telaksana.
Terkait permintaan uang untuk Munaslub, Eni kemudian memerintahkan anak buahnya Tahta Maharaya untuk bertemu staf Kotjo bernama Audrey Ratna Justianty guna mengambil uang. Saat itu, total uang yang diterima dari Kotjo Rp2,25 miliar.
"Ada penerimaan Rp2,25 miliar kepada terdakwa Idrus Marham melalui Tahta Maharaya yang diakui Eni Maulani Saragih dari Johanes B. Kotjo. Maka penerimaan hadiah atau janji terpenuhi," ujar jaksa.
Menurut jaksa, sejumlah pemberian uang dari Kotjo untuk Eni juga diketahui Idrus termasuk soal permintaan bantuan uang Eni ke Kotjo guna membantu kepentingan Pilkada suaminya M. Al Khadziq di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Dalam perkara ini, jaksa mengatakan hal yang memberatkan Idrus adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan saat pemeriksaan di persidangan, belum pernah dipidana sebelumnya, serta tidak menikmati hasil kejahatannya."