Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Amplop 'Serangan Fajar', Bowo Sidik Pangarso Mengaku Diperintah Nusron Wahid

Bowo Sidik Pangarso, tersangka kasus suap pengangkutan pupuk mengaku dapat perintah untuk menyiapkan amplop pemenangan Pileg.
Anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso (tengah) dibawa ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Reno Esnir
Anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso (tengah) dibawa ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA — Tersangka dugaan suap jasa angkut pupuk, Bowo Sidik Pangarso, mengaku ada perintah dari politikus Partai Golkar Nusron Wahid untuk menyiapkan 400.000 amplop yang diduga untuk "serangan fajar" di pemilihan calon anggota legislatif di Pemilu 2019.

Hal itu disampaikan anggota DPR Komisi VI Fraksi Golkar tersebut usai diperiksa penyidik KPK pada Selasa (9/4/2019).

"Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu [amplop]. Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400.000 [amplop]," ujar Bowo Sidik.  

Dia tak menjelaskan lebih jauh apakah amplop tersebut diperuntukkan juga untuk kepentingan Pemilihan Presiden (Pilpres).

Dia menegaskan bahwa perintah itu berasal dari Nusron Wahid yang kini menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Jawa Tengah 1 menggantikan Bowo.

"Diminta Nusron, untuk menyiapkan," katanya.

Tak lama usai Bowo pergi meninggalkan Gedung KPK, kuasa hukum Bowo Sidik Pangarso, Saut Edward Rajagukguk angkat bicara.

Dia turut mengamini pernyataan kliennya soal perintah Nusron Wahid untuk menyiapkan 400.000 amplop yang diduga untuk serangan fajar di Pileg 2019. Hal tersebut, kata Saut, disampaikan Bowo kepada penyidik KPK.

"[Disampaikan] langsung disampaikan ke penyidik. Ya, karena memang jadi perintah, ya, dia bilang diperintah," ujarnya. 

Menurut Saut, tujuan Nusron untuk memerintah guna menyiapkan 400.000 amplop itu agar keduanya dapat dipilih lantaran maju di dapil yang sama. Keduanya ikit bertarung di Dapil II Jawa Tengah. 

"Supaya banyak yang memilih mereka berdua, karena mereka di dapil yang sama. Bahkan, katanya 600.000 yang menyiapkan Nusron Wahid. Pak Wahid 600.000 [amplop], Pak Bowo 400.000 amplop," katanya menambahkan

Kemudian, soal cap jempol yang tertera di amplop, Saut mengaku bahwa cap jempol adalah sebagai tanda apakah amplop itu telah sampai kepada tujuan atau belum. Saut juga membantah amplop itu turut diperuntukkan untuk Pilpres.

"Jadi begini, mereka punya pengalaman bahwa amplop itu tidak disampaikan kepada yang bersangkutan. Nah, untuk menghindari itu dibuat tanda cap jempol," ujarnya. 

Saut mengaku bahwa Bowo akan kooperatif kepada tim penyidik terhadap kasus ini. Sikap kooperatif diminta Saut kepada Bowo agar kasus ini semakin terang benderang, termasuk asal muasal dana yang dikumpulkan.

"Saya minta supaya Bowo kooperatif."

Sebelumnya, Bowo Sidik Pangarso telah mengaku bahwa uang senilai Rp8 miliar yang disita KPK merupakan uang yang akan digunakan sebagai serangan fajar.

Hal itu diakui Bowo usai diperiksa tim penyidik KPK pada Jumat (5/4/2019) lalu. 

Bowo mengaku bahwa uang yang terbagi menjadi 400.000 amplop dalam pecahan Rp20.000-Rp50.000 itu hanya untuk kegiatan politiknya di Dapil II Jawa Tengah sebagai petahana.

"Iya. Iya untuk Pileg," kata Bowo Sidik singkat.

Pernyataan Bowo ini sekaligus menyanggah isu bahwa sebagian uang itu diduga diperuntukkan untuk Pilpres.

Bowo juga mengaku tak ada arahan dari seorang menteri terkait rencana pengumpulan dana serta serangan fajar tersebut.

"Enggak ada. Enggak ada."

Dalam perkara ini, Bowo ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta pada Rabu hingga Kamis (27-28/3/2019) dini hari.

Kedua tersangka lainnya disematkan kepada seorang swasta dari PT Inersia bernama Indung dan Manager Marketing PT HTK, Asty Winasti. Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi.

Bowo diduga menerima suap terkait kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog)--selaku anak usaha Pupuk Indonesia--dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

KPK menduga Bowo menerima Rp1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp89,4 juta saat operasi tangkap tangan.
Sementara uang yang disita KPK senilai Rp8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400.000 amplop di kantor PT Inersia milik Bowo.
 
Artinya, dari Rp8 miliar dengan penerimaan Rp1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper