Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Temukan Cap Jempol di Amplop Diduga Untuk 'Serangan Fajar' Bowo Sidik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya cap jempol di amplop berisi uang yang diduga akan digunakan tersangka Anggota DPR Komisi VI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso untuk 'serangan fajar, dalam kontestasi Pemilu 2019.
Anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso (tengah) dibawa ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Reno Esnir
Anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso (tengah) dibawa ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya cap jempol di amplop berisi uang yang diduga akan digunakan tersangka Anggota DPR Komisi VI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso untuk 'serangan fajar, dalam kontestasi Pemilu 2019.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tim penyidik sebelumnya telah membuka 3 dari 84 kardus yang seluruhnya berisi 400.000 amplop senilai Rp8 miliar. Adapun dari ketiga kardus yang dibuka itu, total uang yang terdapat dalam amplop berjumlah Rp246 juta dengan pecahan Rp20.000-Rp50.000.

Menurut Febri, dari ketiga kardus itu memang terdapat cap jempol. Hanya saja, cap jempol tersebut tak terafiliasi calon tertentu. "Tidak ada nomor urut. Yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," katanya, Selasa (2/3/2019). 

Febri mengatakan 'serangan fajar' tersebut menurut pengakuan Bowo kepada KPK diperuntukan kegiatan politiknya sebagai calon legislatif di Dapil II Jawa Tengah. 

Febri menegaskan tak ada keterkaitan kepentingan-kepentingan lain berdasarkan fakta hukum yang sejauh ini ditemukan KPK. "Memang ada stampel atau cap-cap tertentu di amplop tersebut. Sejauh ini fakta hukum yang ada itu masih dalam kebutuhan pemilu legislatif," ujar Febri.

Menurutnya, dengan hasil perkembangan kasus ini semua pihak dapat menempatkan KPK sebagai lembaga independen dan tak menyeretnya untuk kepentingan politik praktis.

"Jadi KPK juga mengingatkan, meminta semua pihak untuk tidak mengaitkan KPK dengan isu politik praktis karena yang dilakukan [KPK] proses penegakan hukum," paparnya.

Dalam perkara ini, Bowo ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta pada Rabu hingga Kamis (27-28/3/2019) dini hari.

Kedua tersangka lainnya disematkan kepada seorang swasta dari PT Inersia bernama Indung dan Manager Marketing PT HTK, Asty Winasti. Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi.

Bowo diduga menerima suap terkait kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog)--selaku anak usaha Pupuk Indonesia--dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

KPK menduga Bowo menerima Rp1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp89,4 juta saat operasi tangkap tangan.

Sementara uang yang disita KPK senilai Rp8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400 ribu amplop di kantor PT Inersia milik Bowo.
 
Artinya, dari Rp8 miliar dengan penerimaan Rp1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper