Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia memperingatkan para investor asing untuk menaati prosedur perizinan dan hukum yang berlaku apabila akan berinvestasi di Tanah Air.
Hal ini diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyusul kemenangan Indonesia dalam gugatan perkara yang diajukan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc dan anak perusahaannya yang berkedudukan di Australia, Planet Mining Pty Ltd.
"Menangnya kita memberi pesan khusus ke investor asing yang punya niat dan itikad tidak baik supaya memperhatikan due diligence," kata Yasonna di Jakarta pada Senin (25/3/2019).
Selain pesan tersebut, Yasonna mengatakan kemenangan Indonesia melawan gugatan Churchill dan Planet Mining menambah kepercayaan diri dalam menghadapi gugatan dan sengketa di forum internasional. Hal ini, ungkapnya, tak lepas dari keseriusan pemerintah dalam menjalani upaya penyelesaian sejak awal gugatan sampai selesai dengan putusan final.
Kasus ini sendiri bermula pada 4 Mei 2010 ketika Pemerintah Kabupaten Kutai Timur mencabut perizinan eksplorasi tambang empat anak perusahaan para penggugat di wilayah seluas 350 km2, di Kecamatan Busang.
Menyikapi sikap tersebut, Churchill menuding Pemerintah Indonesia telah melanggar perjanjian bilateral investasi antara RI-Inggris dan RI-Australia dan menuntut gugatan senilai US$1,3 miliar karena merasa dirugikan akibat pencabutan itu.
"Mereka [para penggugat] berpandangan bahwa pencabutan izin ini adalah suatu tindakan ekspropriasi, yakni investasi yang dicabut atau dibatalkans secara sepihak. Mereka juga meminta kompensasi atas biaya yang dikeluarkan dan atas future of benefit [keuntungan pada masa mendatang] dari investasi yang mereka klaim sudah ditanam di Indonesia," papar Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo R. Muzhar pada kesempatan yang sama.
Selama proses peradilan yang berjalan kurang lebih enam tahun sejak 22 Mei 2012, Pemerintah Indonesia mengajukan sejumlah bukti forensik yang menunjukkan adanya pemalsuan 34 dokumen perizinan oleh para penggugat. Dokumen yang dipalsukan tersebut di antaranya adalah izin pertambangan tahap general survey dan eksplorasi.
Berdasarkan temuan tersebut, Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi Pemerintah Indonesia bahwa “investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional.” Tribunal ICSID juga menemukan bahwa “Para Penggugat tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses perizinannya (lack of diligence).”