Kabar24.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal dokumen yang beberapa waktu disita KPK terkait dengan risalah rapat Komisi XI DPR RI dan Badang Anggaran periode 2016—2017.
Indra telah dimintai keterangannya sebagai saksi atas kasus suap pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak periode 2017—2018, yang menjerat anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PAN Sukiman.
"Kalau menyangkut isi pertanyaan tidak banyak, ya, sekitar 12 sampai 13 pertanyaan," ujar Indra Iskandar, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Kamis (21/3/2019).
Menurut Indra, selain soal risalah-risalah rapat, penyidik KPK juga mendalami soal kode etik anggota dewan dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 khususnya di pasal 3 dan 4.
Tak hanya itu, penyidik juga menurutnya menggali sejumlah keterangan soal Sukiman selaku legislator.
"Semua lebih banyak mengonfirmasi data data. Data tambahan yang disita KPK menyangkut daftar gaji Pak Sukiman kemudian SK penempatan beliau di komisi XI. Kedua hal itu," katanya.
Selain Indra, tim penyidik juga sebetulnya memanggil Wakil Bupati Kabupaten Arfak, Marinus Mandacan, guna diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Penjabat Kepala Dinas PU Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba.
Namun, dia urung hadir dengan alasan yang belum jelas. "Belum diperoleh informasi soal ketidakhadiran," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat.
Dalam kasus ini, legislator Sukiman diduga menerima suap dari Natan Pasomba sebesar Rp2,65 miliar dan US$22.000 terkait dengan peruntukan anggaran dana alokasi khusus (DAK) atau dana insentif daerah (DID) untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.
Natan Pasomba diduga memberi Rp4,41 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah sebesar Rp3,96 miliar dan valas US$33.500 ke pihak tertentu.
Jumlah tersebut merupakan komitmen fee sebesar 9% dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.
Dari jumlah tersebut, Sukiman diduga menerima suap sebesar Rp2,65 miliar dan US$22.000.
Perkara ini merupakan pengembangan sebelumnya dari kasus suap yang menjerat anggota Komisi XI dari Fraksi Demokrat Amin Santono dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo.
Selain itu, menjerat seorang konsultan bernama Eka Kamaludin dan kontraktor bernama Ahmad Ghiast. Keempatnya telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam perkara Sukiman, KPK telah mencekalnya selama 6 bulan ke depan terhitung 21 Januari 2019. Pencekalan Sukiman bagian dari keperluan proses penyidikan.
Tak hanya Sukiman, pencekalan juga berlaku bagi Natan Pasomba selama 6 bulan ke depan.
"KPK telah mengirimkan surat pada Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap SKM dan NPA terhitung sejak 21 Januari 2019," kata Febri.