Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAPORAN DARI JEPANG : Mengenang Tragedi Fukushima

Bisnis.com, JAKARTA - Hari itu, 11 Maret 2011, adalah momen yang tidak akan terlupakan oleh warga Jepang. Pada pukul 14.46, gempa bumi berkekuatan 9 Skala Richter (SR) meluluhlantakkan sebagian kawasan Tohoku di utara Jepang.
Ilustrasi - Radioaktif /Ilustrasi Radioaktif-isme.1989.blogspot.com
Ilustrasi - Radioaktif /Ilustrasi Radioaktif-isme.1989.blogspot.com

Dampak Kontaminasi Akibat Radiasi Nuklir

Beberapa hari setelah gempa terjadi pada 11 Maret 2011, sejumlah media asing melaporkan bahwa radiasi itu menyebar di makanan. Dengan mengutip pejabat Jepang kala itu, media melaporkan bahwa bayam sampai susu di daerah dekat PLTN Fukushima “melewati batas (radiasi) yang ditetapkan pemerintah”.

Adanya makanan yang ditemukan terkontaminasi radiasi itu membuat sejumlah negara, salah satunya China, melarang impor pangan dari Jepang. Situasi ini tentu saja memukul bisnis pangan Jepang.

Nilai ekspor pangan Jepang sempat menurun pada 2012 atau setahun setelah gempa Tohoku, kendati kemudian kembali terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga 2018 mencapai sekitar 900 miliar yen.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dilaporkan sampai turun tangan dengan cara meminta Presiden China Xi Jinping mencabut larangan impor pangan dari Negeri Sakura itu. Sampai saat ini, sejumlah negara belum mencabut sepenuhnya larangan impor.

Shinichi Sato, Principal Deputy Director di Kementerian Luar Negeri Jepang, mengatakan bahwa 30 negara seperti Kanada, Myanmar, Guinea, Argentina dan sebagainya telah mencabut larangan impor dalam kurun Juni 2011—Desember 2018.

Sementara itu, 49 negara lainnya seperti di kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, China, Singapura, Uni Emirat Arab dan sebagainya telah melonggarkan larangan impor dalam kurun Januari 2016—November 2018.

“Jepang mematuhi standar internasional untuk [kandungan] radionuclide dalam makanan dan menetapkan batas standar dengan basis saintifik,” kata Sato dalam wawancara dengan sejumlah jurnalis Asia di kantornya di Tokyo, Jepang, pada akhir Februari 2019.

Menurutnya, porsi sampel yang melewati batas telah menurun hingga 0,07% dari total sampel, dalam sebuah pengujian makanan dan minuman yang dilakukan pada April 2017—Maret 2018. Sejak 2011, Sato mengatakan bahwa pemerintah Jepang telah melakukan 1,88 juta uji pemantauan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yodie Hardiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper