Bisnis.com, JAKARTA - Hari itu, 11 Maret 2011, adalah momen yang tidak akan terlupakan oleh warga Jepang. Pada pukul 14.46, gempa bumi berkekuatan 9 Skala Richter (SR) meluluhlantakkan sebagian kawasan Tohoku di utara Jepang.
Gempa itu tidak hanya merusak bangunan yang berdiri di sejumlah prefektur seperti Fukushima atau Iwate, tapi juga memicu gelombang laut setinggi 40 meter yang dikenal dalam bahasa Jepang sebagai tsunami.
Tsunami yang menyapu sebagian wilayah di sejumlah prefektur itu menghancurkan pemukiman, menewaskan penduduk dan merusak infrastruktur. Gempa pada Jumat itu disebut oleh berbagai sumber sebagai gempa terbesar yang pernah tercatat di Jepang.
Berdasarkan data pemerintah Jepang per 1 Maret 2018, gempa itu menewaskan 19.630 orang dan menghilangkan 2.569 orang. Rumah yang rusak total mencapai 121.781 unit, rumah yang runtuh sebagaian sebanyak 280.160 unit dan rumah yang rusak sebagian sebanyak 744.396 unit.
Selain merusak bangunan, gempa itu memicu kecelakaan nuklir (nuclear accidents) di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Okuma, Fukushima. Kecelakaan itu sering dibandingkan dengan salah satu kecelakaan nuklir terdahsyat di dunia yaitu peristiwa Chernobyl di Uni Soviet pada 1986.
Kecelakaan di reaktor nuklir Fukushima yang dipicu oleh gempa itu kemudian mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan: penyebaran radiasi. Dalam tingkatan yang tinggi, radiasi bisa menyebabkan penyakit parah seperti kanker.