Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembubaran Perusahaan, Pemegang Saham Tidak Bisa Surati Instansi Pajak

Mahkamah Konstitusi (MK) tidak merekomendasikan pemegang saham untuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak terkait dengan pembubaran perusahaan.
UU Perseroan Terbatas. /Bisnis.com
UU Perseroan Terbatas. /Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak mengakomodasi hak pemegang saham untuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak dalam proses pembubaran perseroan terbatas.

Pasal 146 ayat (1) huruf c UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menjamin hak pemegang saham, komisaris, atau direksi sebagai subjek untuk memohonkan pembubaran PT ke pengadilan negeri (PN). Salah satu alasan pembubaran adalah PT berstatus tidak aktif selama lebih dari 3 tahun.

Bukti tidak aktif tersebut berasal dari surat keterangan instansi pajak. Namun, hanya direksi yang berhak mewakili PT dalam pengajuan surat pemberitahuan tidak aktif ke instansi pajak sebagai syarat permohonan pembubaran perseroan di PN.

Hakim Konstitusi Suhartoyo menegaskan fungsi direksi sebagai organ yang mewakili PT tetap eksis sebelum perseroan dinyatakan bubar oleh PN. Karena itu, pemegang saham atau dewan komisaris tidak dapat mengajukan surat pemberitahuan kepada instansi pajak.

Dia mengakui bahwa bukan mustahil direksi tidak bersedia mengajukan surat permohonan tersebut. Meski demikian, tambah Suhartoyo, pemegang saham dapat menggunakan mekanisme rapat umum pemegang saham (RUPS) atau komisaris memanfaatkan mekanisme pengawasan untuk memerintahkan direksi.

"Sepanjang kewenangan masih melekat pada direksi dan tidak dicabut RUPS, hanya subjek hukum direksi sebagai organ perseroan yang berwenang untuk itu," ujarnya saat membacakan pertimbangan Putusan MK No. 63/PUU-XVI/2018 di Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Berdasarkan Pasal 142 UU PT, perseroan dapat bubar melalui keputusan RUPS, jangka waktu berdiri berakhir, penetapan pengadilan, dicabutnya izin, dan faktor pailit. PN juga dapat membubarkan perseroan—seperti tercantum pada Pasal 146 ayat (1) huruf c UU PT—atas permohonan pemegang saham, direksi, atau dewan komisaris berdasarkan alasan perseroan tidak mungkin dilanjutkan.

PT Baraventura Pratama (BVP) menggunakan ketentuan itu ketika hendak membubarkan anak usahanya, PT Artha Komoditi & Energy Services (AKES), yang sudah tidak aktif berusaha selama lebih dari tiga tahun. Sebagai pemilik 50% saham AKES, BVP mengajukan permohonan pembubaran ke PN Jakarta Pusat pada 2015.

Kepada pemohon, PN meminta bukti surat pemberitahuan kepada instansi pajak bahwa perusahaan tidak aktif. Surat pemberitahuan kepada instansi pajak tersebut diajukan oleh pemegang saham mengingat masa jabatan direksi sudah berakhir.

Namun, PN menganggap hanya direksi yang berhak menyurati instansi pajak. Permohohan Baraventura pun dinyatakan tidak diterima oleh PN pada 2016 dan dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung.

Tidak puas, BVP mengajukan permohonan uji materi Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UU PT ke Mahkamah Konstitusi karena menimbulkan ketidakpastian hukum. BVP meminta MK membolehkan pemegang saham atau komisaris untuk memberitahukan kepada instansi pajak tentang tidak aktifnya perseroan sehingga pemohon dapat mengajukan pembubaran PT ke PN.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper