Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Hentikan Keistimewaan Dagang dengan India dan Turki

Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan rencananya untuk melawan apa yang disebutnya sebagai praktik perdagangan tidak adil dengan mengakhiri preferensi perdagangan dengan India dan Turki.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam konferensi pers di Hotel JW Marriott, di Hanoi, Vietnam, Kamis (28/2/2019)./REUTERS-Jorge Silva
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam konferensi pers di Hotel JW Marriott, di Hanoi, Vietnam, Kamis (28/2/2019)./REUTERS-Jorge Silva

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan rencananya untuk melawan apa yang disebutnya sebagai praktik perdagangan tidak adil dengan mengakhiri preferensi perdagangan dengan India dan Turki.

Trump menyampaikan rencana tersebut kepada Kongres pada Senin (4/3/2019) dalam suratnya yang menjelaskan niat untuk mengakhiri kerjasama dagang yang menguntungkan India dan Turki di bawah program Generalized System of Preferences (GSP).

Kantor Perwakilan Dagang AS mengatakan, kebijakan ini akan efektif setidaknya 60 hari setelah pemberitahuan, dan akan ditetapkan melalui proklamasi presiden.

India adalah penerima manfaat terbesar dari program ini pada tahun 2017 dengan total ekspor sebesar US$5,7 miliar ke AS yang diberi status bebas bea (duty free).

Menurut laporan Layanan Penelitian Kongres yang dikeluarkan pada Januari, Turki adalah penerima manfaat terbesar kelima dengan US$1,7 miliar total ekspor ke AS.

Washington menyampaikan pada April 2018 bahwa mereka akan meninjau kelayakan India untuk terus menerima manfaat dari program GSP pasca laporan dari beberapa perusahaan AS yang mengatakan pengiriman produk susu dan alat kesehatan ke India dirugikan oleh hambatan non-tarif.

Richard Rossow, penasihat senior dan ketua Wadhwani dalam studi kebijakan AS-India di CSIS, mengatakan meskipun pembicaraan tingkat tinggi telah dilakukan tahun lalu, India menunjukkan sedikit kecenderungan untuk mengalah terkait kebijakan tarif.

"Secara ideologis, saya mengerti mengapa AS merasa harus mencabut GSP. Saya berharap ketegangan perdagangan ini tidak berakhir dan meluas, karena dampaknya dapat meningkat lebih lanjut dalam beberapa hari mendatang," ujar Rossow seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (7/3/2019)

Pada surat yang ditulis Trump kepada Kongres, dia menyebutkan bahwa setelah diskusi intensif antara AS dan pemerintah India, Trump mengatakan bahwa India belum mampu meyakinkan AS bahwa mereka dapat memberikan akses yang adil untuk masuk ke pasar-pasar India

Manfaat bea yang diterima India dari ekspor di bawah program GSP menurut Menteri Perdagangan India Anup Wadhawan, relatif terbatas yakni sekitar US$190 juta dan penarikannya tidak akan memiliki dampak yang signifikan.

Data dari Kementerian Perdagangan India menyebutkan ekspor barang India ke AS mencapai US$48 miliar pada 2018 atau tumbuh 13% secara tahunan satu tahun.

Sementara itu surplus perdagangan India sebesar US$21 miliar dengan AS membuat tresuri negara Asia Selatan tersebut berada dalam daftar pengawasan manipulator mata uang.

Untuk mencegah perang dagang dengan AS, India telah menunda pengenaan tarif pembalasan atas 29 barang impor sebagai tanggapan atas kenaikan bea masuk pada berbagai produk. Ekspor teredam di tengah perlambatan global dan perang tarif telah menambah risiko di ekonomi terbesar ketiga di Asia itu.

"India telah menyelesaikan masalah dengan AS, tetapi ada permintaan tambahan untuk mengurangi tarif," kata Wadhawan.

Dia menambahkan negara ekonomi senilai US$2,6 triliun tersebut memiliki prioritas yang lebih mendesak seperti masalah pembangunan dan tidak dapat berkompromi dengan keterjangkauan harga peralatan medis sebagai salah satu barang yang terdampak tarif.

Dalam surat terpisah, Trump mengatakan bahwa Turki bukan lagi egara berkembang berdasarkan tingkat perkembangan ekonominya.

Keputusan Trump tiba pada saat yang sulit bagi Perdana Menteri India, Narendra Modi.

Mondi akan menghadapi pemilihan umum dalam beberapa pekan ke depan, ditambah lagi dengan situasi yang kembali memanas dengan Pakistan menyebabkan bentrokan yang dapat menyebabkan perang besar-besaran.

Pada saat yang sama, Trump memiliki beberapa ketidaksepakatan dengan Pemimpin Turki, Recep Tayyip Erdogan.  Perekonomian Turki yang dulu sangat kuat telah melemah, kondisi itu kemungkinan akan menjadi masalah utama dalam pemilihan lokal di akhir bulan.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper