Bisnis.com, JAKARTA - Shamima Begum, remaja asal Inggris yang bergabung dengan ISIS di Suriah menceritakan pengalamannya selama tinggal di wilayah ISIS.
Dikutip dari ABC News, Jumat (15/2/2019), Shamima Begum mengatakan kepada The Times ketika dia tiba di wilayah ISIS pada tahun 2015, di mana dia mengajukan diri sebagai mempelai seorang penutur bahasa Inggris antara usia 20 hingga 25, dan dia kemudian ditugaskan kepada milisi ISIS asal Belanda.
Begum menggambarkan kehidupan di Raqqa, Suriah, sebagai kehidupan yang normal dan seperti yang diharapkannya. Dia juga memberi tahu Anthony Loyd, koresponden perang The Times, tentang pertama kali dia melihat kepala yang dipenggal di sebuah tong di kota, dan mengatakan bahwa itu tidak membuatnya takut sama sekali.
Begum tinggal bersama suaminya di Raqqa, Ibu Kota ISIS di Suriah, tetapi ISIS kemudian diusir oleh pasukan koalisi yang dipimpin oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung oleh didukung AS.
ISIS sekarang tengah bertempur habis-habisan mempertahankan wilayah terakhirnya, di sekitar Sungai Eufrat dekat dengan perbatasan Irak dan Kota Baghuz.
Melarikan Diri Tanpa Suami
Begum mengatakan bahwa dia melarikan diri dari daerah itu dua minggu lalu, meninggalkan suaminya, yang nasibnya tidak dia ketahui.
Dia juga mengatakan salah satu teman sekolahnya, Amira Abase, 15 tahun, yang melakukan perjalanan ke Suriah bersamanya, tetap bersama para teroris. Kadiza Sultana, salah satu dari tiga remaja Inggris yang bergabung, berusia 16 tahun, dilaporkan tewas dalam serangan udara dua tahun lalu.
Pada 2015, ketiga gadis itu bergabung dengan remaja lain, Sharmeena Begum, juga dari Bethnal Green di London Timur, yang telah melakukan perjalanan ke Suriah sebelumnya dan membantu mengatur perjalanan mereka.
Ketiga remaja itu menghabiskan hari-hari pertama mereka di kekhalifahan ISIS di sebuah apartemen terkunci di kota yang dulunya adalah kota kubu jihadis.
Mereka dirawat oleh seorang perempuan yang dikenal sebagai Um Laith, yang ditugaskan untuk memurnikan pikiran Barat mereka dengan menanamkan praktik-praktik visi garis keras ISIS tentang hukum syariah, menurut laporan The Telegraph.
Pada minggu-minggu pertama mereka di kota itu, gadis-gadis itu tidak dipercaya oleh penguasa ISIS Raqqa, dan dilarang meninggalkan apartemen mereka tanpa pendamping mereka. Seorang pemimpin ISIS mengatakan kepada Telegraph pada saat itu bahwa mereka sedang bersama dan diawasi.
Shamima ingat meminta untuk dibawa ke maqar, penginapan komunal khusus perempuan yang belum menikah atau janda di mana mereka percaya teman sekolah lama mereka tinggal.
"Kami terus bertanya kepada istrinya mengapa kami ada di sini? Kami ingin pergi ke rumah perempuan, kami ingin melihat teman kami. Dia tidak mengatakan apa-apa kepada kami dan kemudian setelah itu kami mengetahui bahwa itu karena mereka curiga kami adalah mata-mata," kata Shamima.
Dinikahkan dengan Milisi ISIS
Ketiga gadis itu langsung dinikahkan. Kadiza dikatakan telah menikahi seorang milisi ISIS dari Somalia, tetapi setelah ia terbunuh dalam pertempuran memutuskan untuk mencoba kembali ke Inggris. Namun, tak lama setelah itu, pada Mei 2016, ia dilaporkan tewas dalam serangan udara Rusia, yang saat itu berusia 17 tahun.
Amira menikah dengan seorang milisi asal Australia berusia 18 tahun, Abdullah Elmir, pada Juli 2016.
Elmir, yang digambarkan di media Australia sebagai "Ginger Jihadi", kemudian dilaporkan oleh badan intelijen telah tewas dalam serangan udara koalisi.
Begum, menikah dengan seorang pria Belanda yang telah masuk Islam. Untuk sementara, katanya, hidupnya "normal". Seperti kehidupan yang mereka tunjukkan dalam video propaganda. Ini kehidupan normal, tapi kadang-kadang ada bom dan pertempuran.
Begum dan suaminya memiliki dua anak yang meninggal karena sakit dan kekurangan gizi. Dia sekarang menunggu kelahiran anak ketiganya dan ingin membesarkan anak di Inggris, di bawah sistem perawatan kesehatannya.
Namun, dia sadar bahwa dia dapat kembali ke negara yang bermusuhan jika dia diizinkan untuk kembali ke Inggris.
"Saya tahu apa yang dipikirkan semua orang di rumah tentang saya karena saya telah membaca semua yang ditulis tentang saya secara online. Tetapi saya hanya ingin pulang untuk merawat anak saya. Saya akan melakukan apa saja yang diperlukan untuk bisa pulang dan hidup tenang dengan anak saya," kata remaja Inggris yang bergabung dengan ISIS itu.