Bisnis.com, JAKARTA -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo meyakini Kejaksaan Agung bakal lebih optimal menindak kasus tindak pidana korupsi bila diberikan wewenang untuk melakukan penyadapan.
Menurut Prasetyo, Kejaksaan Agung memiliki perangkat penyadapan yang serupa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bedanya, Kejagung tidak sebebas KPK menggunakan alat intersepsi tersebut tatkala menjalankan penindakan hukum.
“UU mengatakan yang bisa penyadapan tanpa izin hanya KPK,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung di Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Prasetyo menjelaskan fakta tersebut untuk menjawab pertanyaan Anggota Komisi III DPR Erwin Tobing mengenai urgensi wewenang penyadapan dalam perkara korupsi.
Menurut Jaksa Agung, bukan kapasitas dirinya menuntut wewenang tersebut, melainkan lembaga legislatif.
Baca Juga
“Ini tentunya terpulang kepada semua pihak untuk menilai. Kalau sekira diberi wewenang sama dengan KPK, kami bisa berbuat lebih banyak,” tuturnya.
Larangan penyadapan salah satunya termuat dalam Pasal 40 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Meski demikian, Pasal 42 ayat (2) beleid tersebut membolehkan penyadapan untuk kepentingan peradilan pidana asalkan didahului permintaan tertulis Jaksa Agung dan Kepala Polri kepada penyelenggara jasa telekomunikasi.
Sebaliknya, KPK tidak memerlukan mekanisme seperti itu. Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengizinkan lembaga antirasuah tersebut menyadap dan merekam pembicaraan dalam rangka menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.