Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi akan lebih dulu mencermati fakta persidangan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Malaulani Saragih terkait keterlibatan Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
Dalam persidangan terdakwa Eni di Pengadilan Tipikor, Selasa (22/1/2019), muncul nama Sofyan Basir yang disebut membuka peluang untuk memberi proyek PLN di luar Pulau Jawa. Ini bermula ketika mantan Ketua DPR Setya Novanto dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johanes B Kotjo menginginkan proyek PLN di Pulau Jawa.
Namun, Sofyan menyebutkan bahwa proyek PLN di Pulau Jawa sudah penuh digarap oleh pihak lain. Di sini, dia disebutkan jika proyek di luar Jawa seperti Sumatra masih memungkinkan.
Dalam putusan Kotjo sebelumnya, nama Sofyan juga masuk dalam putusan yang disebut berperan meloloskan perusahaan Blackgold milik Kotjo untuk ikut dalam konsorsium PLTU Riau-1. Sofyan menawarkan proyek itu kepada Setnov dan Eni agar digarap Blackgold.
"Fakta yang muncul di persidangan itu pasti akan dicermati. Nanti akan dilihat apakah ada kesesuaian bukti, ada kesesuaian keterangan saksi atau tidak dengan pihak lain," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah Selasa (22/1/2019) malam.
Menurut Febri, KPK tidak hanya melihat satu pihak tertentu seperti Sofyan Basir yang muncul di persidangan, akan tetapi jaksa KPK juga akan mencermati nama-nama lain yang muncul di fakta persidangan Eni tersebut. Namun, saat ini KPK akan lebih fokus terhadap pembuktian perkara.
Namun demikian, Febri tidak mendetailkan fakta persidangan mana yang menjadi perhatian KPK untuk ditindaklanjuti ke depan. Dia hanya menekankan bahwa fokus pembuktian adalah pada unsur-unsur penerimaan suap atau pemberian suap sesuai dengan pasal 11, pasal 12a atau 12b pada pasal-pasal tindak pidana korupsi.
Tapi, lanjut Febri, bisa juga fokus dengan pasal yang berkaitan dengan kerugian negara, misalnya, perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan negara.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Eni Saragih menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK mendakwa suap itu diberikan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Selain itu, Eni didakwa menerima gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura dari sejumlah direktur perusahaan di bidang minyak dan gas.
Sebagian uang hasil gratifikasi tersebut telah digunakan Eni untuk membiayai kegiatan Pilkada di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang diikuti oleh suaminya, M. Al Khadziq, serta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.