Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR menjamin Kejaksaan RI tidak menjebloskan terpidana kasus tindak pidana informasi dan transaksi elektronik Baiq Nuril ke penjara sebelum Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali atau PK.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan perkara Baiq Nuril sudah berkekuatan hukum tetap seiring dengan putusan kasasi pada September 2018.
Meski demikian, parlemen meminta Kejaksaan Agung memerintahkan Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, untuk menunda eksekusi.
“Komisi III akan rapat dengan Jaksa Agung untuk tak melakukan eksekusi. Jangan ada perintah sebaliknya,” ujarnya saat rapat dengar pendapat umum dengan rombongan Baiq Nuril di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Hari ini, Baiq Nuril dan pengacaranya mengadu ke Komisi III DPR untuk menjelaskan duduk perkara kasus yang membuat heboh tersebut. Kepada para politisi Senayan, Baiq Nuril menceritakan kembali kronologi kasus yang bermula dari pelaporan M, bekas Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, yang menjadi atasannya.
Nuril menegaskan bahwa rekaman percakapan telepon dirinya dengan M dibuat untuk membela diri dari tuduhan perbuatan asusila. Namun, rekaman yang berisi percakapan tak pantas dari M itu tersebar kepada khalayak setelah diberikan kepada seorang teman.
M yang merasa tersinggung pun melaporkan Baiq Nuril ke polisi atas tuduhan tindak pidana ITE. PN Mataram membebaskan perempuan tersebut dari dakwaan yang direspon dengan pengajuan banding hingga kasasi oleh jaksa penuntut umum.
Kontras dengan pengadilan tingkat pertama, MA menyatakan Baiq Nuril terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia dihukum penjara enam bulan dan denda Rp500 juta.
“Saya pikir rasa keadilan tidak ada. Harapan saya mengajukan PK untuk meminta keadilan dan bisa bebas dari hukuman,” kata Baiq Nuril.