Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menerima pengembalian uang senilai Rp70 juta dari salah seorang unsur pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi terkait kasus suap perizinan proyek Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pengembalian uang suap tersebut menambah total uang yang diserahkan ke KPK mengingat sebelumnya sejumlah anggota DPRD Bekasi juga telah mengembalikan uang sebesar Rp110 juta.
Sejauh ini, lanjut Febri, total pengembalian uang yang telah dikembalikan dari unsur anggota DPRD yang diduga terlibat kasus tersebut adalah senilai Rp180juta.
Menurut Febri, KPK sangat menghargai pengembalian uang tersebut akan tetapi diduga masih ada sejumlah anggota DPRD lain yang menerima uang suap namun belum mengembalikannya ke KPK.
"Kami menduga masih ada sejumlah anggota DPRD Bekasi lain yang pernah menerima uang atau fasilitas liburan dengan keluarga terkait perizinan Meikarta ini," kata Febri, Rabu (16/1/2019).
Oleh sebab itu, dia mengingatkan agar pihak-pihak lain yang telah menerima uang tersebut untuk kooperatif menginformasikan dan mengembalikan segera uang yang diterima itu ke KPK.
"Atau fasilitas lainnya yang telah diterima terkait perizinan proyek Meikarta," ujar Febri.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Bekasi dan pihak Lippo Group.
Tersangka dari pemerintah Kabupaten Bekasi adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat MBJ Nahor.
Selain itu, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi. Mereka disangka menerima komitmen fee senilai Rp13 miliar. Namun, dalam persidangan Neneng di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin 14 Januari lalu, dia mengaku komitmen fee tersebut sejumlah Rp20 miliar.
Uang itu diduga diperoleh dari Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan Lippo Group Taryudi, konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen Sitohang.
Adapun pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.