Bisnis.com, JAKARTA--Komisi Kejaksaan mengungkapkan bahwa Kejaksaan Agung telah menyiapkan anggaran untuk melakukan eksekusi 10 orang terpidana mati tahun ini.
Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Erna Ratnaningsih mengaku tidak mengetahui detail jumlah biaya yang akan dikeluarkan pihak Kejaksaan Agung sebagai eksekutor untuk setiap terpidana mati itu.
Namun, menurut Erna, anggaran untuk melakukan eksekusi 10 orang terpidana mati sudah diajukan Jaksa Agung H. M. Prasetyo ke Komisi III DPR agar pelaksanaannya bisa dilakukan tahun ini.
"Dari total jumlah anggaran yang diusulkan Jaksa Agung tahun ini, ada sebagian anggaran yang akan digunakan untuk melakukan eksekusi mati semua terpidana mati tahun ini," tuturnya, Selasa (15/1/2019).
Komisi Kejaksaan saat memaparkan Laporan Kinerja 2018, Selasa (15/1/2019)/Bisnis-Sholahuddin Al Ayyubi
Sebelumnya, rincian kebutuhan anggaran Kejaksaan Agung tahun 2019 yang dikirimkan per tanggal 5 Januari 2018 sebesar Rp9,5 triliun.
Pos anggaran terbesar dialokasikan untuk dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis Kejaksaan sebesar Rp4,2 triliun. Disusul, peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kejaksaan sebesar Rp3,6 triliun. Kemudian, pihak Kejaksaan Agung kembali mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp194 miliar. Sehingga, total anggaran yang diusulkan sebesar Rp9,7 triliun.
Meskipun demikian, berdasarkan surat bersama Menteri Keuangan nomor 269/MK.02/2018 dan surat Menteri PPN/Kepala Bappenas nomor 209/M.PPN/D.8/KU.01.01/2018 per tanggal 16 April 2018 ditetapkan pagu indikatif anggaran Kejaksaan Agung hanya sebesar Rp6,1 triliun.
Pagu indikatif ini menurun dari pos anggaran tahun 2018. Jumlah penurunan mencapai angka Rp240 miliar. Tiga alokasi anggaran yang dipangkas di antaranya untuk belajar operasional pegawai, barang dan nonoperasional.
Adapun alokasi anggaran untuk manajemen teknis dan pelaksanan tugas teknis kejaksaan hanya disetujui Rp3,6 triliun dari usulan awal Rp4,2 triliun. Selain itu, anggaran peningkatan sarana dan prasarana aparatur kejaksaan disetujui Rp1,4 triliun dari usulan awal Rp3,6 triliun.
Erna mengakui alasan pihak Kejaksaan Agung tidak kunjung melakukan eksekusi mati terhadap satu pun orang terpidana sepanjang 2018, lantaran masih ada terpidana yang melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Namun, dia berharap eksekusi tersebut bisa segera dilakukan tahun ini, sehingga perkara itu tidak berlarut-larut.
"Kalau sudah ada anggarannya, ya bisa langsung dieksekusi," katanya.
Sebelumnya, Kejagung sudah menggagendakan eksekusi tahap tiga. Namun dari 14 orang narapidana mati yang diagendakan, hanya empat orang yang telah dieksekusi.
Keempat orang itu adalah Michael Titus Igweh (Nigeria), Freddy Budiman (WNI), Humphrey Ejike (Nigeria) dan Seck Osmane (Senegal).
Keempat orang itu dieksekusi sekitar pukul 00.45 WIB di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2016).
Eksekusi gelombang pertama dilakukan terhadap enam terpidana pada 18 Januari 2015. Sedangkan delapan orang berikutnya dieksekusi pada gelombang kedua, 29 April 2015.
Saat ini sebanyak 10 orang terpidana mati belum dieksekusi, mereka adalah:
- Humphrey Jefferson (Nigeria)
- Ozias Sibanda (Nigeria)
- Eugene Ape (Nigeria)
- Obina Nwajagu (Nigeria)
- Okonkwo Nonso Kingsley (Nigeria)
- Merri Utami (Indonesia)
- Agus Hadi (Indonesia)
- Pujo Lestari (Indonesia)
- Gurdip Singh (India)
- Zulfiqar Ali (Pakistan)
- Frederick Luttar (Nigeria)