Bisnis.com, JAKARTA -- Pemenang Pemilu Presiden 2019 diharapkan tidak mereposisi pejabat birokrasi berdasarkan pertimbangan dukungan dalam kontestasi.
Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menyayangkan kebiasaan perombakan birokasi usai pemilihan pemimpin eksekutif seperti kepala daerah dan presiden.
Dia mengakui bahwa terdapat jabatan politik seperti menteri yang diganti seiring dengan masa kekuasaan presiden.
Namun, menurut dia, jabatan teknokratik seperti pejabat eselon I dan II semestinya tidak tergantung dari suksesi kekuasaan politik.
Di birokasi, tambah Firmanzah, seharusnya berlaku kredo bahwa presiden dan menteri boleh berganti tapi eselon I dan II harus tetap independen.
“Siapapun yang terpilih presiden 2019-2024 hentikan memilih eselon I dan II berdasarkan perspektif pemilu,” katanya dalam acara diskusi Menuju Pemilu Bermutu di Jakarta, Sabtu (5/1/2019).
Baca Juga
Firmanzah meyakini langkah tersebut dapat mereduksi ketegangan atau pembelahan di masyarakat pasca-Pemilu 2019. Menurutnya, saat ini masyarakat dihinggapi fenomena terlalu sensitif (hypersensitive society) atas politik.
Fenomena ini ditandai dengan tingginya ketidakpercayaan kepada pihak yang berseberangan secara politik.
Di Indonesia, tambah Firmanzah, masyarakat yang terlalu sensitif mulai terbentuk sejak rivalitas keras dalam Pilpres 2014 dan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Menanggapi usulan Firmanzah, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin sependapat bahwa pejabat birokrasi tidak diganti dengan pertimbangan pemilu.
Faktanya, kecenderungan tersebut berlangsung hingga ke jajaran pemerintah daerah.
“Kalau masih terjadi, kualitas pemerintah tidak pernah bagus,” ujarnya di tempat yang sama.
Didi mengklaim Ketua Umum DPP Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan teladan dalam memuluskan transisi pemerintahan pada 2014.
Ketika itu, SBY yang sudah berkuasa dua periode memberikan akses kepada Joko Widodo untuk mempersiapkan pemerintahan 2014-2019.
“Itu baru pertama kali dalam sejarah republik ini,” kata Didi.
Senada, Ketua DPP Partai Golkar Ulla Nuchrawaty mengajak para elit politik untuk mengutamakan kualitas pemerintahan walaupun terjadi suksesi kepemimpinan politik.
Menurutnya, ironis bila birokrat kompeten terpental dari jabatan struktural karena memilih bertindak independen dalam politik.
“Wahai para pekerja politik, biarkan pergantian pucuk pimpinan di kalangan elit, tapi jangan ganggu pemerintahan,” tuturnya.