Bisnis.com, JAKARTA - Tersangka kasus dugaan suap perizinan Meikarta sekaligus Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin mengembalikan uang suap senilai Rp2 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap perizinan proyek hunian Meikarta oleh Grup Lippo.
Sebelumnya, dia juga telah mengembalikan uang suap secara bertahap ke KPK sejumlah Rp3 miliar dan Rp4,9 miliar.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Neneng mengembalikan uang tersebut pada Kamis (3/1/2019). Sampai saat ini, lanjutnya, total pengembalian uang dari Neneng Hasanah Yasin senilai Rp8 miliar.
Adapun dalam kasus tersebut, dia diduga menerima uang senilai Rp10,8 miliar dan 90.000 dolar Singapura.
"Masih ada rencana pengembalian lain secara bertahap," kata Febri, Jumat (4/1/2019).
Menurut Febri, KPK menghargai pengembalian uang tersebut kendati tidak menghilangkan pidana. Namun, bila Neneng bersikap kooperatif atas kasus itu tidak menutup kemungkinan dipertimbangkan untuk meringankan dalam proses hukum.
Sejauh ini, tersisa lima tersangka kasus Meikarta yang masih menjalani proses pemeriksaan di KPK dan seluruhnya merupakan pihak penerima dari Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Selain Neneng Hasanah, tersangka lainnya adalah Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Sementara itu, Billy Sindoro, Henry Jasmen Sitohang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi saat ini sudah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat.
Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.