Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tsunami Akibat Longsor Bawah Laut dan Erupsi Gunung Berapi Masih Sulit Dideteksi

Sebab itulah, Sutopo menyesalkan bila pihak BMKG dan BNPB pada malam kejadian bencana, tidak ada yang mengira erupsi Anak Gunung Krakatau akan menyebabkan longsoran bawah laut sehingga sanggup memicu tsunami.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho/Bisnis.com-Aziz Rahardyan
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho/Bisnis.com-Aziz Rahardyan

Bisnis.com, JAKARTA — Tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) yang disebabkan oleh longsor bawah laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau diakui masih sulit dideteksi untuk peringatan dini bencana tsunami di Indonesia.

Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (25/12/2018).

Sutopo menyebut baik BNPB maupun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hingga kini masih belum memiliki sistem yang sanggup mengintegrasikan adanya longsor bawah laut akibat erupsi untuk mengukur potensi gelombang tsunami.

"Tidak ada peringatan dini tsunami [Selat Sunda] karena memang kita Indonesia tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran bawah laut dan erupsi gunung api, sehingga proses yang terjadi tiba-tiba," jelas Sutopo.

"Beda dengan tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi. Aktivitas tektonik BMKG telah memiliki Indonesia Tsunami Early Warning System. Begitu kejadian gempa bumi kurang dari 5 menit BMKG pasti menyampaikan informasi kepada publik peringatan dini tsunami yang langsung terkoneksi dengan stasiun tv, media, dengan kementrian lembaga, serta dengan pemerintah daerah yang langsung [mengumumkan] perintah evakuasi," ungkap Sutopo.

Sebab itulah, Sutopo menyesalkan bila pihak BMKG dan BNPB pada malam kejadian bencana, tidak ada yang mengira erupsi Anak Gunung Krakatau akan menyebabkan longsoran bawah laut sehingga sanggup memicu tsunami.

"Kalau melihat letusannya, juga letusannya tidak besar. Bulan Oktober, November, letusannya lebih besar dan dari segi frekuensi [gempa] tidak ada yang mencurigakan," tambahnya.

Sutopo pun memaparkan pada kejadian Tsunami Selat Sunda, sebenarnya masyarakat masih memiliki waktu sekitar 24 menit untuk menyelamatkan diri, sebelum gelombang tsunami menyentuh daratan akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.

Alhasil, berpijak dari kejadian Tsunami Selat Sunda inilah, Sutopo menyatakan pengembangan sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsor bawah laut dan erupsi gunung api akan menjadi tantangan BNPB dan BMKG yang akan disusun dalam beberapa waktu mendatang.

"Karena kita memiliki 127 gunung api aktif, 13% populasi gunung aktif dunia ada di Indonesia yang berpotensi juga menimbulkan tsunami. Dalam catatan tsunami di Indonesia, 90% dibangkitkan gempa bumi, 10% oleh longsor bawah laut dan oleh erupsi gunung api," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper