Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jika Dapat Remisi, Ahok Bebas Januari 2019. Ini Kilas Balik Kasusnya

Jika jadi mendapat remisi, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diperkirakan bebas pada 24 Januari 2019.
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4)./Antara-Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4)./Antara-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Jika jadi mendapat remisi, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diperkirakan bebas pada 24 Januari 2019.

Remisi untuk Ahok menurut Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi terkait dengan Natal pada akhir tahun ini.

"Ahok mendapat total remisi 3 bulan 15 hari," kata Sri Puguh Budi Utami saat berkunjung ke kantor Tempo bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Senin, 10 Desember 2018. Ahok sebelumnya juga telah mendapat remisi umum.

Ahok telah menjalani hukuman sejak 9 Mei 2017. Ia dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena terbukti melakukan penistaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu pada September 2016. Hakim memvonis Ahok dengan hukuman 2 tahun penjara.

Kasus hukum yang melilit Ahok itu bermula pada 27 September 2016. Kala itu, mantan Bupati Belitung Timur itu melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu.

Saat berpidato, Ahok menyinggung soal surat Al Maidah ayat 51. Ahok mengatakan, “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu, enggak bisa pilih saya, ya — dibohongin pake surat Al Maidah surat 51 macam-macam gitu lho. Itu hak bapak ibu. Ya. Jadi kalo bapak ibu, perasaan, enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, enggak apa-apa. Karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Ya jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak, dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok. Enggak suka ama Ahok. Tapi programnya, gue kalo terima, gue enggak enak dong ama dia, gue utang budi. Jangan. Kalo bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan lho kena stroke".

Persoalan pidato Ahok itu menjadi ramai kala pemilik akun Facebook bernama Buni Yani menyebarkan potongan video pidato Ahok sepanjang 31 detik dari durasi asli 1 jam 48 menit pada 6 Oktober 2016. Dalam akunnya, Buni Yani menyematkan sebuah kalimat bersamaan dengan videonya.

“'PENISTAAN TERHADAP AGAMA? 'Bapak Ibu (pemilih muslim).. Dibohongi Surat Almaidah 51 (masuk neraka) juga bapak ibu. Dibodohi'. Kelihatannya akan terjadi suatu yang kurang baik dengan video ini,” tulis akun Buni Yani.

Selang satu hari setelah video tersebut tersebar, Ahok dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri atas tuduhan penistaan agama. Tak hanya satu laporan, ada sejumlah orang yang melakukan pelaporan atas Ahok. Selain di Bareskrim, Ahok dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Kasus Ahok terus bergulir. Majelis Ulama Indonesia pun mengeluarkan pendapat keagamaan mengenai pernyataan Ahok pada 11 Oktober 2018. Lembaga yang dipimpin oleh Maruf Amin itu menilai ucapan Ahok memiliki konsekuensi hukum, yaitu menghina Al Quran dan atau menghina ulama.

Persoalan Ahok terus menghangat. Pada 4 November 2016, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menggelar aksi besar-besaran untuk menuntut agar Ahok segera dihukum. Ratusan ribu orang dari berbagai organisasi masyarakat Islam membanjiri Jakarta

Aksi ini berujung ricuh di depan Istana Kepresiden menjelang pukul 19.00 WIB. Aksi itu adalah cikal bakal dari sejumlah aksi bertema bela Islam lainnya, yang paling terkenal adalah Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 alias Aksi 212

Sekitar dua pekan pasca aksi besar-besaran 411, Bareskrim Polri menetapkan status tersangka atas Ahok. Dia dijerat pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Kasus Ahok akhirnya bergulir ke meja hijau. Pada 13 Desember 2016, Ahok menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pada sidang-sidang selanjutnya, lokasi persidangan dipindahkan ke Auditorium Kementerian Pertanian, di Jalan R.M. Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan. Pemindahan itu disarankan oleh Polda Metro Jaya mulai 3 Januari 2018

Majelis hakim memvonis Ahok dengan hukuman dua tahun penjara dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Cipinang pada 9 Mei 2017. Ahok sempat mengajukan banding. Sehari setelah ditahan di Cipinang, Ahok dipindah ke Markas Komando Brigade Mobil Polri, Depok, Jawa Barat, lantaran alasan keamanan.

Akhir Mei 2017, Ahok menyatakan batal melawan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara dugaan penistaan agama. "Dia bilang, kalau banding, hukumannya bisa ditambah, maju ke kasasi, ditambah lagi. Bisa-bisa hak politiknya dicabut," kata pengacara Ahok, Darwin Aritonang, kepada Tempo. Menurut Darwin, Ahok sendiri yang meminta agar permohonan banding tersebut dicabut.

9 Juni 2017, jaksa mencabut banding atas vonis perkara penistaan agama dengan Ahok. Ketua tim jaksa penuntut umum dalam perkara tersebut, Ali Mukartono, mengatakan keputusan pencabutan diambil karena kejaksaan tak lagi melihat manfaat pengajuan banding. "Manfaatnya untuk kejaksaan apa sih? Tidak ada lagi, karena vonis sudah diterima (oleh Ahok)," ujarnya.

Sempat akan dipindahkan kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang lantaran telah berstatus hukum tetap, Ahok akhirnya tetap menjalani masa hukumannya di Mako Brimob. "Ini terkait keselamatan yang bersangkutan. Jiwanya terancam," ujar Kepala Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Abdul Ghani.

Awal 2018, Ahok sempat mengajukan memori peninjauan kembali atas hukuman yang dijalaninya. Namun permohonan Ahok itu ditolak majelis hakim yang saat itu dipimpin Artidjo Alkostar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : JIBI
Editor : Saeno
Sumber : TEMPO.CO
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper