Bisnis.com, JAKARTA - Lebih dari 150 negara akan mengadopsi pakta global mengenai penanganan arus migrasi dalam sebuah konferensi di Marrakesh, Maroko, menurut pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Minggu (9/12/2018). Jumlah tersebut lebih sedikit dari jumlah awal negara yang memfinalisasi draf pakta.
Perwakilan Khusus PBB untuk Migrasi Internasional, Louise Arbour mengungkapkan 150 negara telah mendaftar dalam konferensi yang dimaksud tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
Pakta yang dimaksud, UN Global Compact untuk Migrasi Aman, Teratur, dan Reguler (GCM) dirampungkan Juli lalu oleh 193 negara kecuali Amerika Serikat. Pakta tersebut merupakan dokumen pertama terkait tata kelola migrasi internasional yang disepakati secara global.
Dilansir Reuters, sejak disepakati sejumlah negara Uni Eropa menunjukkan ketidaksetujuan. Setidaknya enam negara anggota UE, kebanyakan bekas negara komunis Eropa Timur, menolak isi dokumen dengan alasan dapat meningkatkan jumlah imigran.
Arbour mengatakan pakta GCM sesungguhnya tidak mengikat secara legal. Namun eksistensinya dapat menjadi arahan bagi negara dalam menghadapi migrasi.
"Banyak tantangan yang akan menghalangi implementasi pakta ini, termasuk narasi cacat yang bertahan jika menyangkut soal migran," kata Arbour, dilansir Reuters, Senin (10/12/2018).
Baca Juga
Gejolak politik terbaru muncul di Belgia. Partai terbesar dalam koalisi Perdana Menteri Charles Michel memutuskan keluar sehingga ia menjadi pemerintahan mayoritas.
Sayap kanan N-VA menarik semua menterinya dari kabinet Michels usai ia menolak menyepakati pakta tersebut. Hal serupa juga terjadi di Chile yang pada Minggu kemarin mempertegas posisi penolakan mereka terhadap dokumen GCM dengan tidak hadir di konferensi di Maroko.
"Kami telah katakan bahwa migrasi bukanlah soal kemanusiaan. Negara berhak menentukan syarat masing-masing bagi warga negara asing," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Chile Rodrigo Ubilla.
November lalu, pemerintahan sayap kanan Austria yang tengah menjabat kursi kepresidenan UE juga menyatakan pengunduran diri dari kesepakatan tersebut. Pemerintah Austria beralasan GCM akan mengaburkan batas antara migrasi legal dan ilegal.
Senada dengan Austria, Australia yang terkenal dengan kebijakan ketat dalam menghadapi migran menyatakan mereka tidak akan menandatangani GCM. Australia menilai kesepakatan itu akan membahayakan keamanan nasionalnya.