Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Samantaka Batubara Sujono Hadi Sudarno tidak terlepas dari salah satu partai besar di Indonesia.
"Untuk Sujono, KPK mengonfirmasi saksi tentang jabatannya selaku Direktur Utama PT Samantaka, hubungannya dengan Golkar, dan pengetahuannya tentang aliran dana terkait proyek ini," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah di KPK, Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Hari ini KPK memeriksa masing-masing satu saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo dan Idrus Marham dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Untuk tersangka Idrus Marham, selain Direktur Utama PT Samantaka Batubara Sujono Hadi Sudarno, KPK memeriksa Tenaga Ahli DPR RI, Tahta Maharaya.
"Untuk Tahta, KPK mengklarifikasi pada saksi Informasi yang telah didapatkan KPK terkait denga proses pengurusan anggaran dan dugaan pemberian fee pada tersangka dalam kasus ini," lanjut Febri.
Sementara itu, untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo, KPK memeriksa Direktur Pengembangan dan Niaga PT. Pembangkitan Jawa-Bali (PT PJB), Henky Heru Basudewo.
KPK mengonfirmasi saksi terkait dengan peran PT PJB dalam pembangunan PLTU Riau 1.
Saat ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Sejumlah pihak telah diperiksa untuk kasus ini, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.
KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.
Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.Kasus PLTU Riau-1: KPK Telusuri Hubungan Dirut PT Samantaka Batubara Sujarno dengan Golkar