Bisnis.com, JAKARTA – PT Darma Henwa Tbk. menegaskan pihaknya tidak wajib melaporkan aksi korporasi berupa akuisisi saham PT Cipta Multi Prima ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena masih terafiliasi.
Dalam sidang lanjutan keterlambatan pemberitahuan atau notifikasi merger dengan terlapor PT Darma Henwa Tbk., Kamis (9/8), secara tertulis perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor batu bara tersebut mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa dilaporkan karena terlambat melakukan notifikasi merger.
“PT Darma Henwa Tbk. tidak memiliki kewajiban melakukan notifikasi karena akuisisi yang dilakukan terhadap PT Cipta Multi Prima merupakan perusahaan yang masih terafiliasi,” ujar perusahaan itu dalam jawaban terkait dengan laporan investigator.
Darma Henwa yang berkode emiten DEWA itu menyatakan bahwa sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Tidak Sehat, merger yang dilakukan terhadap perusahaan terafiliasi tidak wajib dilaporkan.
Adapun, pasal itu berbunyi kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 3 tidak berlaku bagi pelaku usaha yang melakukan penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham antarperusahaan yang terafiliasi.
Untuk memperkuat fakta, tersebut, DEWA akan menghadirkan bukti dokumen, saksi fakta maupun ahli dalam persidangan berikutnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Helmi Nurjamil, investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
AGENDA PEMERIKSAAN
Majelis komisi yang dipimpin oleh Hary Agustanto dan didampingi oleh Ukay Karyadi serta Dinni Melanie kemudian menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan untuk menilai perlu tidaknya agenda pemeriksaan saksi dan pembuktian.
Sebelumnya, para investigator KPPU menyatakan bahwa jika dilihat dari aset, DEWA telah memenuhi syarat pelaporan merger karena aset yang dimiliki perusahaan melebihi Rp2,5 triliun atau omzet gabungan yang mencapai Rp5 triliun, serta merger itu tidak melibatkan perusahaan yang terafiliasi maupun join venture.
Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Tidak Sehat, notifikasi merger semestinya dilakukan dalam 30 hari kerja.
Secara yuridis, kata investigator, aksi korporasi Darma Henwa terhadap Citra Multi Prima efektif berlaku pada 17 Oktober 2015. Jika dihitung 30 hari kerja, maka semestinya pemberitahuan kepada KPPU dilakukan paling lama 17 November 2015.
Namun, berdasarkan fakta dan bukti yang ada, terlapor memberitahukan aksi korporasi itu ke KPPU pada 29 Januari 2016 atau 50 hari kerja.
Majelis komisi perkara dengan nomor register 9/KPPU-M/2017 itu kemudian memerintahkan terlapor untuk menyampaikan jawaban secara tertulis atas laporan investigator dengan menyertakan pula berbagai bukti tertulis maupun saksi untuk memperkuat jawaban terhadap laporan keterlambatan pada persidangan berikutnya, yakni 9 Agustus 2018.
Berdasarkan catatan Bisnis, akuisisi saham Cipta Multi Prima itu bernilai US$31 juta atau Rp387,5 miliar dengan kurs saat itu Rp12.500/US$. Adapun, Cipta Prima merupakan pemegang saham PT Dire Prima, pengelola jasa kepelabuhanan di Lubuk Tutung, Kalimantan Timur.
Selain DEWA, KPPU juga tengah menyidangkan perkara serupa yakni keterlambatan pemberitahuan merger PT Comfeed Indonesia Tbk. terhadap PT Perusahaan Multi Makanan Permai dengan nomor register 06/KPPU-M/2017. Adapun, keterlambatan tersebut terjadi selama 311 hari.
Berdasarkan surat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor AHU-AH.01.03-0928464, diketahui bahwa pengambilalihan saham perusahaan PT Perusahaan Multi Makanan Permai oleh PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. berlaku efektif secara yuridis pada 27 April 2015. Namun, KPPU baru menerima laporan notifikasi akuisisi pada 19 September 2016.
Adapun, denda diatur dalam Pasal 6 PP No. 57 /2010 yaitu dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 3, Pelaku Usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar Rp1 miliar untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25 miliar.