Kabar24.com, JAKARTA – Para pelaku dan pengamat ekonomi global akan dihadapkan dengan beberapa kesibukan sebelum libur musim panas, setidaknya bagi mereka yang berada di Barat.
Eric Oynoyan, Strategis Senior Bidang Suku Bunga Eropa di BNP Paribas SA, mengumumkan kepada kliennya, seperti dikutip Bloomberg pada Minggu (29/7/2018), bahwa “bank sentral kini kembali ke posisi untuk mengendalikan pasar obligasi.”
Adapun, pekan depan, sejumlah bank sentral seperti Bank Sentral AS (The Fed), Bank Sentral Jepang (BOJ), Bank Sentral Inggris (BOE), Bank Sentral Brazil, dan Bank Sentral India (RBI) diagendakan untuk mengadakan rapat kebijakan moneter. Pasar pun telah mulai mengantisipasi perubahan kebijakan yang bakal diambil beberapa bank sentral tersebut.
Pada Selasa (31/7/2018), BOJ akan mengakhiri rapat kebijakan yang telah dimulai sejak Senin (30/7/2018) dan Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda akan mengumumkan perkiraan terbaru untuk inflasi Negeri Sakura.
Beberapa waktu terakhir, media melaporkan, BOJ diperkirakan bakal mengubah kebijakan moneter dan target inflasinya. Hal itu pun memicu pengerucutan kurva yield obligasi pemerintah Jepang (JGB) pada pekan lalu.
Oleh karena itu, investor akan terus mengamati sinyal sekecil apapun dari BOJ yang dapat mengerem laju tren gerak mendatar (flattening) yang telah mendominasi sebagian besar pasar obligasi global.
Keesokan harinya, Rabu (1/8/2018), Gubernur Federal Reserve Jerome Powell dan koleganya akan bertemu dalam rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dengan perkiraan tidak ada kenaikan suku bunga acuan (Federal Fund Rates/FFR). Namun, pasar telah memperkirakan kenaikan FFR berikutnya kemungkinan besar akan dilakukan pada FOMC September.
Di sisi lain, investor justru akan beralih memerhatikan RBI yang diperkirakan bakal menaikkan suku bunga acuannya dipicu oleh nilai tukar mata uang pasar berkembang yang tertekan.
Sementara itu, Bank Sentral Brazil telah meyakinkan pasar bahwa tidak akan ada perubahan dari suku bunga di level rendah sebesar 6,5%.
Pada hari yang sama, Departemen keuangan AS akan mengirimkan perincian penjualan obligasinya. Analis di Wall Street pun perlu bersiap-siap untuk kenaikan penawaran obligasi dari Pemerintah AS.
Pasalnya, menurut perkiraan pasar, Depkeu AS bakal berupaya mendanai celah defisit neraca perdagangan yang melebar. Adapun pilihannya adalah dengan mengambil lelang obligasi tenor lima tahun sebesar US$1 miliar per bulan.
Kemudian pada Kamis (2/8/2018), BOE diperkirakan bakal mengerek suku bunganya menjadi 0,75%, atau level tertingginya sejak 2009. Namun, tidak semua pembuat kebijakan akan mendukung langkah tersebut karena risiko terjadinya Brexit yang tidak lancar mulai menghampiri.
Oleh karena itu, pasar tidak hanya akan memperhatikan kenaikan suku bunga dari BOE, namun juga akan memperhatikan perhitungan suara Brexit.
Pada akhir pekan, Jumat (3/7/2018), Amerika Serikat bakal mengumumkan data ketenagakerjaan (nonfarm payrolls/NFP). Survei yang dilakukan Bloomberg memperlihatkan tingkat NFP akan naik hingga 193.000 pada Juli dan tingkat pengangguran melemah ke level 3,9%.
Dengan tingkat pengangguran AS yang berada di level terendah selama dua dekade, pasar pun akan memindahkan perhatian ke tingkat pendapatan rata-rata dan dampak faktor ketenagakerjaan terhadap inflasi AS.
Adapun perhatian mengenai perang dagang akan tertuju kepada neraca perdagangan AS, yang diperkirakan defisitnya mencapai US$46,1 miliar.