Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti di Kelompok Keahlian Petrologi, Volkanologi dan Geokimia Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman mengatakan gempa tektonik tidak selalu menyebabkan gunung api meletus.
"Jika pun letusan terjadi, kondisi gunung api harus dalam keadaan kritis, dan gempa tektonik yang menyediakan jalan keluarnya," kata Mirzam, Rabu (4/7/2018).
Gunung Agung di Bali kembali mengeluarkan abu vulkanik pada Selasa (3/7/2018) pukul 09.32 WITA atau 10.32 WIB. Beberapa menit sebelum erupsi itu terjadi gempa.
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan, Selasa (3/7/2018), pukul 08.19.01 WIB di wilayah Samudera Hindia atau perairan selatan Bali terjadi gempa tektonik. Lindu bermagnitudo 4,9 dengan informasi data awal 5,0. Episenter atau sumber gempa terletak pada koordinat 9,66 LS dan 115,22 BT.
"Tepatnya di laut pada jarak 110 kilometer arah selatan Denpasar pada kedalaman 24 kilometer," katanya Selasa (3/7/2018).
Menurut Mirzam, gempa tektonik di sekitar gunung api yang "kritis" adalah kondisi yang paling memungkinkan keduanya saling memberi pengaruh. Dalam keadaan kritis, gas terlarut ataupun volume magma yang banyak sangat mudah untuk keluar jika diberikan pemantik.
Baca Juga
"Gempa tektonik biasa tidak cukup menyebabkan suatu gunung api meletus, terlebih gunung api tersebut dalam keadaan normal," ujarnya.
Proses erupsi Gunung Agung disebutnya mirip dengan letusan Gunung Fuji di Jepang pada 28 Oktober 1707. Saat itu, sebuah gempa besar bermagnitudo 8.6 menghajar pantai Jepang sepanjang zona Nakai Megathrust.
Gempa terbesar di Jepang itu memakan korban hingga lebih dari lima ribu jiwa. Rekor kekuatan gempa itu kemudian hanya bisa dilampaui oleh Gempa Tohoku 2011.
Gunung Fuji yang terletak di sebelah barat Tokyo ternyata bereaksi terhadap gempa tektonik itu. Penelitian terbaru dari Chelsey dkk (2012) mencatat, hari itu gempa tektonik telah menyebabkan magma di bawah Gunung Fuji pada kedalaman 20 kilometer bergerak naik menuju dapur magma yang lebih dangkal pada kedalaman 8 kilometer.
Magma yang naik itu, kata Mirzam, tidak mendapat cukup tempat untuk berbagi ruang di dapur magma. Letusan pun terjadi, dengan ciri mengeluarkan material yang hanya berupa abu vulkanik tanpa dibarengi keluarnya lava. Kondisi itu terjadi karena perubahan tekanan yang tiba-tiba.
"Berkaca pada kasus Gunung Fuji itu, letusan Gunung Agung kemarin pagi pasca gempa tektonik menyajikan fenomena yang sama," ujar peneliti di Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB itu.
Letusan Gunung Fuji 1707 maupun Gunung Agung 2018 disebutnya bukan akibat langsung gempa tektonik.