Bisnis.com, SURABAYA - Ahmad Fani (24), adalah anak laki-laki bungsu dari korban ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuno Surabaya, bernama Warsiman (67) tampak tegar menunggu jenazah ayahnya yang sedang diidentifikasi petugas DVI Polda Jatim.
Dengan sabar, Ahmad menunggu jenazah ayahnya sejak peristiwa tersebut hingga hari kedua. Ahmad hanya ditemani oleh kawannya di RS Bhayangkara Surabaya. Sementara, ibu dan kedua kakak perempuannya menunggu di rumah masih ‘shock’ atas kejadian yang menimpa keluarganya.
Ahmad memang tidak mendapat firasat apapun atas insiden tersebut. Pada Sabtu (12/5/2018) malam, dia merasa gelisah dan tidak bisa tidur hingga subuh menjelang.
"Enggak ada firasat apa-apa, tapi saya enggak bisa tidur. Enggak tahu kenapa?," ungkapnya saat ditemui Bisnis di RS Bhayangkara.
Menurut Ahmad, peristiwa yang merenggut nyawa ayahnya itu sangat diluar dugaan dan mungkin bagian dari takdir hidup.
"Kami hanya bisa berusaha tabah, tapi ibu saya cemas, nangis," katanya.
Baca Juga
Warsiman sendiri adalah satu dari 25 korban meninggal atas peledakan bom di 3 gereja di Surabaya, Rusunawa Taman Sidoarjo dan Mapolrestabes Surabaya pada Minggu (13/5/2018).
Warsiman merupakan korban bom di GPPS. Sehari-harinya Warsiman bekerja sebagai tukang servis elektronik seperti televisi, radio dan kipas angin.
Dalam 1 tahun ini, dan hanya setiap Minggu tiba, Warsiman mencari rezeki lain yakni menjadi juru parkir di Jl. Arjuno tepatnya di GPPS. Naas, Minggu (13/5/2018) pagi Warsiman terkena ledakan dahsyat di depan gereja bersama 7 korban tewas lainnya termasuk pelaku bom bunuh diri yang menggunakan mobil.
Pria yang tinggal di Jl. Tempel Sukorejo Gang I No.63 C ini meninggalkan 3 orang anak yang terdiri atas 2 perempuan dan 1 laki-laki, serta 1 istri.
"Ayah orangnya pendiam, disiplin dan tegas terhadap anak-anaknya," kata Ahmad.
Kini, Ahmad harus menjadi tulang punggung keluarga untuk menghidupi ibunya. Sedangkan kedua kakak perempuannya sudah berkeluarga dan tinggal bersama suaminya masing-masing.