Bisnis.com, JAKARTA - Aloysius Bayu Rendra Wardhana disebut melakukan aksi heroik dengan menghadang motor pelaku pengeboman di depan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya Nomor 1, Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018).
Bayu sendiri meninggal dunia karena bom Surabaya itu meledak dan menghancurkan tubuhnya. Dari rekaman CCTV terlihat dua orang laki-laki mengendarai motor mencoba masuk ke gereja.
Melihat gelagat tersebut, Bayu Rendra tampak berusaha mencegah menghentikan laju motor tersebut. Dan...boom! Bom seketika meledak.
Nama Bayu disebut dalam pesan berantai di media sosial sebagai koordinator relawan keamanan Gereja Santa Maria. Aksi Bayu disebut berhasil mencegah motor pengebom masuk ke dalam gerej, sehingga mencegah banyaknya korban yang jatuh dalam tragedi itu.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika itu kini meninggalkan seorang istri dan anak yang masih bayi.
Menurut Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian, bom yang digunakan adalah bom yang dipangku.
Baca Juga
"Kami belum paham jenis bom jelasnya," kata Tito di Surabaya.
Untuk memastikannya, pihak Laboratorium Forensik Polri sedang melakukan pengecekan. Tito mengatakan hal ini juga dilakukan untuk mengetahui bahan peledak yang digunakan para pelaku.
Minggu pagi, secara susul-menyusul terjadi ledakan bom di tiga gereja, yaitu GKI Diponegoro, Gereja Santa Maria Tak Bercela, dan Gereja Pantekosta. Akibat tiga ledakan ini, 13 orang meninggal, termasuk pelaku dan jemaah gereja, serta puluhan orang lain terluka.
Tiga ledakan bom Surabaya tersebut diketahui dilakukan satu keluarga yang diduga merupakan jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD). Mereka diketahui menggunakan jenis bom yang berbeda dalam aksinya.
"Semua adalah serangan bom bunuh diri. Cuma jenis bomnya berbeda," kata Tito.
Setelah ledakan di Gereja Santa Maria. Bom kedua meledak di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno pukul 07.15 WIB. Lalu bom meledak di gereja GKI di Jalan Diponegoro pada pukul 07.53 WIB.
Tito menjelaskan, serangan bom di Gereja Pantekosta dilakukan seorang pria yang bernama Dita Upriyanto. Ia menggunakan bom mobil.
"Itu menggunakan bom diletakkan dalam kendaraan setelah itu ditabrak. Ini ledakan yang terbesar dari ketiga ledakan itu," ujarnya.
Namun sebelum melakukan aksinya, Dita terlebih dahulu mengantar isteri dan dua anak perempuannya di Gereja GKI Jalan Diponegoro.
Adapun di GKI Diponegoro, Tito mengatakan bom yang digunakan adalah bom yang diletakkan di pinggang.
"Namanya bom pinggang. Ciri-ciri sangat khas, yang rusak bagian perutnya saja," ucapnya.
Serangan bom di GKI Diponegoro diduga dilakukan istri dan dua anak perempuan Dita, yaitu Puji Kuswati serta FS (12 tahun) dan VR (9 tahun).
Sedangkan di Gereja Santa Maria Tak Bercela, pengeboman dilakukan dua anak laki-laki Dita, yaitu Yusuf Fadil (18 tahun) dan FH (16 tahun). Tito mengatakan polisi belum mengetahui jenis bom yang digunakan.