Bisnis.com, WINA - Pengawas atom Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (1/5/2018) menolak untuk secara langsung menangani tuduhan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa Iran melanggar kesepakatan nuklir bersejarah dengan kekuatan besar.
Netanyahu, Senin (30/4/2018), meningkatkan tekanan pada Amerika Serikat (AS) untuk keluar dari kesepakatan pada 2015, dengan menyajikan yang disebutnya bukti kegiatan rahasia senjata nuklir Iran.
Iran diketahui memiliki rencana persenjataan hingga 2003, yang pengulas dan diplomat katakan Netanyahu tampaknya mendaur ulang tuduhan lama.
"Sejalan dengan aturan IAEA, IAEA menilai semua keterangan terkait perlindungan tersedia untuk itu," kata juru bicara Badan Tenaga Atom Dunia, yang mengawasi kesepakatan tersebut.
"Namun, bukan tugas IAEA untuk membahas terbuka masalah terkait dengan keterangan semacam itu," katanya.
Dalam laporan yang dikeluarkan pada Desember 2015, sesaat sebelum kesepakatan itu berlaku, IAEA menyatakan berbagai kegiatan terkait pengembangan perangkat peledak nuklir yang dilakukan di Iran sebelum akhir 2003 sebagai upaya tergalang.
Baca Juga
Kegiatan tersebut berlanjut sesudah 2003, meskipun dalam jumlah lebih sedikit secara tergalang, dan tidak ada tanda sahih apa pun hingga lewat 2009, kata IAEA pada saat itu.
Pernyataan juru bicara itu pada Selasa (1/5/2018) menegaskan kembali temuan laporan pada 2015 tersebut.
Berdasarkan atas kesepakatannya pada 2015 dengan kekuatan dunia, Iran menahan pengayaan uraniumnya untuk bahan bakar nuklir guna menghilangkan kekhawatiran akan mengembangkan bahan bom dan Teheran mendapatkan imbalan pengurangan sebagian besar hukuman antarbangsa.
Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa berulang kali melaporkan bahwa Iran mematuhi persyaratan kesepakatan tersebut.