Bisnis.com, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan akan melakukan studi khusus mengenai dampak penjualan online dan kaitannya dengan produk palsu yang beredar di pasaran.
Menurut Pharmaceutical Security Institute (PSI) yang mengutip data Kementerian Dalam Negeri AS pada 2016, secara global dilaporkan telah terjadi 3.147 temuan pelanggaran produk farmasi palsu dan ilegal di 127 negara. Jumlah tersebut naik 5% dibandingkan temuan pada tahun sebelumnya.
Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari P. Kusumah menyatakan studi tersebut akan melihat dampak penjualan online dan sektor-sektor apa saja yang menjadi primadona dalam kegiatan penjualan online. Pasalnya, dari beragam produk yang saat ini diperjualbelikan secara online, banyak ditemukan pemalsuan produk terutama di sektor industri fesyen.
"Kalau yang kita lihat dari data-data yang kita temukan di lapangan, [sektor] fesyen [banyak ditemukan pemalsuan]. Kedua, dari sektor obat-obatan," ungkapnya dalam acara Tantangan dan Solusi Mengatasi Peredaran Barang Palsu Dalam E-Commerce di Jakarta, Senin (30/4/2018).
MIAP berharap pemerintah akan mengeluarkan undang-undang mengenai pelanggaran penjualan produk palsu terutama penjualan yang dilakukan secara online.
"Kami berharap ke depannya akan menjadi undang-undang yang memberikan sanksi-sanksi yang jelas terhadap pelanggaran atas penjualan secara online, bukan peraturan menteri lagi, karena peraturan menteri kan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kalau peraturan menteri kan tidak bisa memberikan sanksi-sanksi," tukas Justisiari.