Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dinilai mesti membangun demokrasi yang seimbang dengan nomokrasi agar penegakan hukum bisa berjalan dengan seharusnya.
Hal itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 Mohammad Mahfud MD dalam diskusi terkait kepemimpinan yang diselenggarakan Para Syndicate, Kamis (19/4/2018).
“Demokrasi itu menang-menangan, sedangkan nomokrasi prinsipnya hukum. Ada kekhawatiran itu tidak seimbang. Demokrasi berjalan tapi cenderung liar,” ujarnya dalam diskusi yang dihelat lembaga yang fokus pada masalah politik, demokrasi dan kebijakan publik itu.
Saat ini, kata Mahfud, dalam demokrasi Indonesia hukum masih lemah. Hal itu mendorong demokrasi dibangun atas korupsi.
“Kalau di Indonesia demokrasinya benar, korupsi habis. Demokrasi Indonesia bergeser ke oligarki,” tuturnya.
Hal itu bukan tanpa alasan. Sebagai pakar hukum dia menilai ada aturan yang memang dilegislasi anggota dewan untuk ‘mendukung’ korupsi.
“Jadi demokrasi dijadikan alat menyuburkan korupsi,” lanjut Mahfud.
Korupsi dinilai subur terjadi karena moral yang rendah dan saat ini, banyak orang Indonesia yang dinilai sudah tidak takut terhadap sanksi moral. Oleh karena itu, dalam membangun demokrasi perlu membangun kepemimpinan yang mengacu pada budaya luhur.
“Ada masa di Indonesia kepemimpinan itu baik, pada 1945 hingga 1954 seberapa banyak yang korupsi? Hanya ada dua, tapi sekarang masif dan tidak malu karena moralitas,” ungkapnya.