Kabar24.com, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sri-Edi Swasono memuji langkah Probosutedjo ketika menggarap bisnis hutan tanaman industri pada pertengahan dekade 1990-an.
“Pak Probo adalah satu dari hanya tiga investor HTI di samping Prajogo Pangestu dan Bob Hasan,” katanya dalam buku HTI Membangun Bangsa: Mengangkat Martabat Bangsa terbitan 2004 yang dikutip Bisnis.com, Senin (26/3/2018).
Edi sependapat dengan Probosutedjo bahwa usaha HTI menjadi jalan keluar terbaik untuk mengatasi kerusakan hutan warisan era hak pengusahaan hutan (HPH) yang mencapai 60 juta hektare (ha). Dengan metode silvikultur ala HTI, lahan kritis dapat kembali ditanami dengan kayu akasia.
Selain itu, bisnis HTI sangat prospektif karena kayunya menjadi bahan baku industri bubur kertas atau pulp yang menjadi kebutuhan dunia. Alhasil, menurut Edi, HTI dapat menjadi solusi untuk menghadapi masalah sosial-ekonomi bangsa Indonesia.
Namun, bisnis tersebut juga penuh risiko. Karena itu, Edi memuji Probosutedjo yang berani mendirikan PT Menara Hutan Buana (MHB). Hingga 2004, perusahaan itu berhasil menggarap 70.000 ha dari 268.585 ha luas konsesi.
“Beliau menggunakan kredit Rp100 miliar untuk investasi sebesar Rp200 miliar. Kini hutan kayunya siap panen dan mencapai Rp700 miliar,” ujar Edi.
Baca Juga
Sayangnya, Probosutedjo menghadapi kendala untuk mengembangkan bisnis seiring dengan jatuhnya kekuasaan sang kakak, Presiden Soeharto. Dia menghadapi sejumlah masalah hukum sehingga cita-cita besarnya terhambat.
MHB merupakan perusahaan patungan PT Wonogung Jinawi milik Probosutedjo dengan perusahaan pelat merah PT Inhutani II.
Perusahaan berdiri pada 1995 menyusul terbitnya PP No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Probosutedjo mengatakan perjuangannya menggarap bisnis HTI berbeda dengan Prajogo Pangestu dan Mohammad ‘Bob’ Hasan. Kala itu, Prajogo mendirikan PT Musi Hasan Persada di Sumatra Selatan, sementara Bob Hasan membangun PT Kiani di Kalimantan Timur.
“Perlu diketahui bahwa Prajogo dan Bob Hasan memiliki HPH. Ini berarti mereka telah menikmati keuntungan dari hasil hutan,” ujarnya.
Hari ini, Probosutedjo menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di Daerah Istimewa Yogyakarta.