Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah perkembangan media digital dan media sosial yang terjadi secara global media mainstream berada dalam posisi sulit. Hal ini membuat kepercayaan publik kepada media mainstream semakin berkurang.
Meski gejala tersebut terjadi secara global, rupanya hal itu tidak berlaku di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara mengatakan bahwa berdasarkan riset Edelman Indonesia menjadi negara dengan kepercayaan publik kepada media mainstream paling tinggi ke-2 di dunia, hanya kalah dari China.
Sementara untuk tingkat kepercayaan kepada platform atau media sosial seperti Twitter dan Facebook di Indonesia justru mengalami penurunan. Meski begitu, secara global Indonesia masih menjadi negara ke-2 dengan tingkat kepercayaan kepada platform paling tinggi, berada di bawah India yang menempati posisi pertama.
Meningkatnya tingkat kepercayaan publik kepada media mainstream menurutnya harus bisa dimanfaatkan oleh media saat ini. Meski industri media dan penerbitan pers sempat kewalahan menghadapi kehadiran teknologi internet, media bisa bangkit pada momentum ini.
"Seperti pada pertandingan tinju kan ada yang namanya second win ya, jadi kalah dulu lalu bisa bangkit dan menang. Media mainstream harus bisa seperti itu," katanya di Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Kehadiran media sosial memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menikmati berita dan infomasi yang serba cepat. Sementara itu, media mainstream menurutnya justru mengedepankan ketepatan dibanding kecepatan.
Rudiantara juga mengatakan konsep platform media sosial yang mengedepankan kecepatan banyak dikhawatirkan orang akan membawa peranan yang buruk untuk prose Pemilihan Umum 2019 mendatang.
Oleh karena itu, pihak Kemenkominfo bersikap tegas dengan meminta perusahaan media sosial seperti Twitter dan Facebook untuk bekerja sama dengan pemerintah.
Salah satunya adalah dengan meminta mereka menutup beberapa akun yang dianggap menyebarkan informasi negatif atau berpotensi menyebarkan berita bohong dan memecah belah masyarakat. Namun, lanjutnya, hanya ada sekitar 50-60% saja dari permintaan tersebut yang dilakukan oleh mereka.
"Kami selalu merekap itu, dan meminta mereka berkoordinasi lebih baik lagi. Kalau tidak diselesaikan semuanya, ya kalau kata Wiranto [Menterik Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia], kita puasa bermedia sosial selama barang sebulan misalnya, kenapa tidak?" tegasnya.