Kabar24.com, JAKARTA - Toys “R” Us mengonfirmasi pada Kamis (15/3/2018) bahwa perusahaannya tengah dalam proses penutupan seluruh rantai bisnis ritel mainan anak-anaknya di seluruh Amerika Serikat.
Presiden Direktur Toy “R” Us Dave Brandon mengatakan setelah melewati tahap legal untuk menutup operasional di AS ini, perusahaan akan mengalihkan perhatian untuk pengaturan ulang bisnis internasionalnya.
“Saya sangat kecewa dengan hasil seperti ini, tetapi kami sudah tidak memiliki dukungan finansial untuk mempertahankan operasional di AS,” katanya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (16/3/2018).
Peritel mainan anak-anak terbesar di Negeri Paman Sam ini telah gagal dengan segala usahanya. Pada September 2017, mereka telah mengajukan dokumen kepailitan Chapter 11 dengan harapan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa untuk membayar utangnya.
Akan tetapi, bahkan pada musim liburan pun mereka gagal menarik pembeli dan laporan dari Bloomberg menyatakan bahwa perusahaan juga telah melewatkan tenggat pembayaran untuk pemberi modalnya beberapa hari ini.
Baca Juga
Selain itu, unit Toys “R” Us di Inggris juga akan menutup semua ritelnya setelah gagal mendapatkan penawaran. Sementara, sebuah grup yang dipimpin oleh MGA Entertainment Inc telah memberi penawaran untuk unit di Kanada, salah satu unit terbaik Toys “R” Us.
Masih di dalam pernyataannya, perusahaan yang didirikan oleh Charles P Lazarus ini menyatakan, mereka juga tengah dalam pembicaraan dengan pihak-pihak yang tertarik untuk mengkombinasikan sebanyak 200 gerai berperforma terbaik di AS dengan unit operasional Kanada.
Merespons hal tersebut, grup MGA telah memberi konfirmasi bahwa mereka tertarik dan tengah mempelajari untuk menyelamatkan unit di AS.
Charles O’Shea, Analis Ritel di Moody’s Investor Service menyatakan bahwa kebangkrutan industri mainan anak-anak baru-baru ini merupakan keberlanjutan dari risiko peritel menghadapi gundukan utangnya.
“Peritel mainan anak-anak sama sekali tidak bisa melanjutkan struktur modal mereka yang tinggi, sehingga hasilnya seperti perkembangan sekarang ini,” katanya melalui surat elektronik.
Kebangkrutan Toys “R” Us ini merupakan korban terbesar dan terbaru hancurnya bisnis ritel konvensional, mengikuti Sports Authority, Gymboree, dan Payless.
Adapun, Toys “R” Us menderika karena bersaing dengan peritel yang memberikan diskon seperti Walmart Inc. yang menjual hampir semua mainan populer dengan harga rendah untuk menarik pembeli. Belum lagi tekanan persaingan harga juga datang dari peritel daring, seperti Amazon.com Inc.
Ketika perusahaan mengajukan dokumen kebangkrutan ke pengadilan, mereka akan memotong sebanyak 65.000 karyawan yang bekerja untuk 885 gerai Toys “R” Us dan Babies “R” Us di seluruh AS, Puerto Rico, dan Guam. Begitu pula dengan 810 toko di luar wilayah tersebut dengan lebih dari 225 lisensi toko di 38 negara.