Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap aparat peradilan. Kali ini yang terkena OTT adalah hakim dan panitera pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (12/3/2018).
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajid mengatakan praktik suap, gratifikasi dan jual beli perkara di pengadilan menjadi perhatian publik karena OTT KPK. Namun, praktik tersebut juga telah lama menjadi perhatian KY.
"Sekadar catatan, sejak sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) digelar oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) pertama kali di tahun 2009, kasus suap dan gratifikasi cukup mendominasi hingga sekarang," kata Farid dalam keterangan tertulis, Selasa (13/3/2018).
Bahkan, lanjutnya, perkara ini juga selalu menghiasi sidang MKH pada setiap tahunnya. Dari 49 sidang MKH yang telah dilaksanakan, ada sebanyak 22 laporan adalah kasus suap dan gratifikasi.
Menurut Farid, yang paling penting segera dilakukan adalah langkah pembersihan, pembenahan, serta pembinaan agar hal ini tak kembali merusak citra dunia peradilan.
"KY paham MA telah berupaya tegas untuk melakukan pembinaan dengan mengeluarkan maklumat yang ditandatangani Ketua MA. Pembinaan itu juga perlu diimbangi dengan menampilkan kemuliaan profesi dari pimpinan pengadilan sehingga menjadi role model atau teladan bawahannya," lanjutnya.
Baca Juga
Terkait pengawasan, sepanjang tahun 2017, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 orang hakim yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH. Namun, sebagai mitra, rekomendasi KY tersebut seringkali diabaikan oleh MA dengan berbagai alasan.
Farid pun menyatakan menagih janji MA untuk menjaga integritas lembaga dengan berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi sanksi yang diberikan KY.
"Pengabaian rekomendasi justru akhirnya akan menimbulkan persepsi publik bila MA memegang teguh esprit de corps untuk menutupi bahkan melindungi hakim yang melanggar kode etik," kata Farid.