Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BUMN Rawan Dimanfaatkan Mesin Partai Jelang Pemilu 2019

Akademisi hukum menilai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) rawan dimanfaatkan oleh oligarki menggunakan mesin partai menjelang pemilu 2019 untuk melanggengkan kuasa ekonomi dan politik.
Pekerja beraktivitas di proyek yang dikerjakan PT Adhi Karya./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja beraktivitas di proyek yang dikerjakan PT Adhi Karya./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -  Akademisi hukum menilai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) rawan dimanfaatkan oleh oligarki menggunakan mesin partai menjelang pemilu 2019 untuk melanggengkan kuasa ekonomi dan politik.

Pengajar Fakultas Hukum dari Universitas Katolik (Unika) Parahyangan Liona Nanang Supriatna mengingatkan pemilu sebentar lagi dimulai dan ada sejumlah agenda rapat umum pemegang saham (RUPS).
BUMN Rawan Dimanfaatkan Mesin Partai Jelang Pemilu 2019
 
"RUPS BUMN itu berujung pada pergantian direksi dan komisaris BUMN, artinya akan ada upaya menggunakan BUMN untuk mencari dana politik mengikuti pemilu," kata Liona, dalam siaran persnya. 
 
Hal itu disampaikan saat diskusi bertemakan BUMN Dalam Lingkaran Oligarki di Unika Atma Jaya Jakarta. Selain Liona sekaligus sebagai tim Advokasi Ekonomi Nasional, hadir Jeffry Winters dari Northwestern University, Agus Pambagio pengamat kebijakan publik, dan Kaprodi Ekonomi Pembangunan Unika Atma Jaya Yohanes Berchman Suhartoko, Kamis (8/3/2018). 
 
Oleh karena itu, menurut Jeffry Winters, perlu langkah gugatan hukum terhadap UU BUMN maupun peraturan pemerintah tentang penyatuan satu grup atau holding BUMN pertambangan merupakan tindak benar dalam kerangka demokrasi di Indonesia. 
 
"Upaya menggugat regulasi adalah upaya benar dalam demokrasi, membuat banyak pihak tetap menyadari adanya persoalan pada institusi seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat," ujarnya. 
 
Pengelolaan BUMN
 
Sementara itu, Agus Pambagio mengatakan gugatan terhadap pengelolaan BUMN tidak sekali saja dilakukannya, yakni gugatan PP 72 yang berujung pada kekalahan tetapi berlanjut pada gugatan terhadap PP 47 tentang holding BUMN Pertambangan.
 
"Dasar kami menggugat adalah status sejumlah BUMN yang sebelumnya berdiri sendiri kemudian karena adanya holding dipaksa menjadi anak perusahaan yang membuat pengawasan eksternal [DPR] termasuk sulitnya pemeriksaan KPK dan BPK. Ini beresiko penyalahgunaan BUMN," ujarnya.
 
Yohanes Berchman Suhartoko mengutarakan, holding BUMN jika mengikuti paradigma pemikir Chicago tidak perlu dikhawatirkan karena bersifat temporal. 
 

"Jika kita melihat industri perbankan di Indonesia, sangat oligopoli berisiko saat ada persoalan ekonomi. Saya melihat holding BUMN tingkat global hal baik asal dikelola baik," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper