Kabar24.com, YOGYAKARTA - Isu teror terhadap pemuka agama berpotensi dimanfaat berbagai kepentingan politik, termasuk upaya mendelegitimasi pemerintahan yang syah.
Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Najib Azca menilai berbagai spekulasi yang beredar terkait teror para pemuka agama rentan ditunggangi kepentingan politik menjelang pilkada, pileg, dan pilpres.
"Spekulasi yang beredar itu potensial dimanfaatkan untuk mendelegitimasi rezim yang berkuasa sekarang sekaligus menjadi alat politik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam kontestasi pemilu 2018-2019," kata Najib di Yogyakarta, Senin (26/2/2018).
Menurut Najib, peristiwa penyerangan pemuka agama yang belakangan ini terjadi memicu beragam spekulasi di kalangan masyarakat, khususnya di media sosial yang kerap kali hanya berdasar pada imajinasi dengan menggunakan teori konspirasi.
"Teori konspirasi memang paling mudah, tidak memerlukan basis data. Dia hanya cukup menemukan simtom saja yang kemudian diolah menjadi sesuatu yang imajiner," kata dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM ini.
Pola pikir kritis, menurut dia, memang perlu terus ditumbuhkan. Kendati demikian, ia berharap masyarakat tidak mudah terprovokasi serta menelan mentah-mentah beragam rumor yang belum tervalidasi kebenarannya.
Baca Juga
Untuk menghentikan beragam prasangka yang berkembang, menurut Najib, pemerintah melalui aparat penegak hukum perlu segera menguak peristiwa itu dengan menyajikan bukti dan data yang gamblang.
Ia mencontohkan dalam kasus bom Bali banyak rumor beredar bahwa peristiwa itu merupakan konspirasi pihak tertentu untuk mendiskreditkan Muslim. Namun demikian, beragam rumor itu kemudian hilang dengan bukti hasil investigasi dari Kepolisian.
"Memang kasus penyerangan pemuka agama di banyak tempat ini merupakan sesuatu yang ganjil dan tidak mudah diterima. Sehingga ini kuncinya pada pemerintah untuk segera memberikan penjelasan yang berbasis pada data dan bukti yang kuat," kata alumni Australian National University (ANU) ini.
Berdasarkan data yang dimiliki Bareskrim Polri, terdapat 21 peristiwa kekerasan terhadap pemuka agama, yaitu di Aceh, Banten, DKI Jakarta, Yogyakarta. Masing-masing kota itu terjadi satu peristiwa. Namun di Jawa Timur terjadi empat peristiwa dan Jawa Barat tercatat sebanyak 13 peristiwa.
Terkait masalah itu, Presiden Joko Widodo telah meminta Polri segera menuntaskan kasus-kasus tersebut.