Kabar24.com, JAKARTA - Pascapenyerangan Gereja St Lidwina, Bedog, Sleman masyarakat sekitar bahu membahu membersihkan puing-puing dalam gereja tersebut. Salah satu yang mencuri perhatian adalah sesosok perempuan berhijab yang ikut membersihkan puing-puing dalam Gereja St Lidwina tersebut.
Perempuan bernama Jirhas Ranie, 30 tahun, itu pun jadi pembicaraan di dunia maya. Jirhas Ranie merupakan warga perumahan Nogotirto Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta yang tak jauh dari lokasi gereja.
Pada Minggu (11/2/2018), Gereja St Lidwina diserang seorang pria yang membawa pedang. Pria yang kemudian diketahui bernama Suliyono itu membabi buta menyerang umat dan pimpinan misa saat itu Romo Edmun Prier SJ.
“Saya sebenarnya cuma niat mampir ke gereja itu setelah mengantar anak sekolah bareng suami,” ujar Jirhas Ranie saat ditemui di rumahnya kawasan perumahan Nogotirto Sleman, Selasa (13/2/2018).
Gereja Lidwina yang diserang itu, ujar Ranie, kebetulan berada di jalur ia biasa mengantar sakolah anaknya di SD Nurul Islam II Sleman. Gereja itu hanya berjarak sekitar 300 meter dari rumahnya dan sering menjadi jalurnya menghabiskan bersepeda sore bersama anak dan suaminya.
Baca Juga
Penasaran
Alumnus Universitas Islam itu menuturkan, awalnya mendengar kabar gereja itu diserang pada Minggu (11/2/2018) siang dari media sosial.
“Saya mikirnya pas itu ‘Loh, ini kan tetangga rumah,’, saya jadi penasaran, bagaimana sih kondisinya,’ ujar Ranie.
Namun, karena usai mendapat kabar itu hujan angin menerjang kawasan tersebut, Ranie mengurungkan niat menyambangi dan menengok gereja itu. Akhirnya keesokan harinya, sekitar pukul 07.15, usai mengantar sang anak sekolah, Ranie mampir.
“Awalnya saya juga agak kagok (gugup), takut menggangu karena di situ kan sedang berduka, saya cuma ingin ucapkan ikut belasungkawa dan kebetulan ada bapak-bapak yang ada di depan gereja, eh malah dipersilakan masuk melihat-lihat,” ujarnya.
Darah Berceceran
Suasana gereja saat itu masih cukup sepi. Meski masih ada segelintir awak media sedang memantau kondisi pasca penyerangan. Garis polisi yang awalnya melindungi gereja itu sendiri kebetulan sudah dilepas pihak kepolisian pada malam harinya setelah pihak gereja minta izin untuk bisa segera membereskan noda darah dari korban dan pelaku di berbagai sudut gereja.
Rani pun pagi itu tak bertemu polisi yang berjaga karena sedang berganti shift. Saat melihat kondisi dalam gereja, Ranie kaget bukan kepalang. Darah berceceran di mana-mana. Di kursi, lantai, altar, bahkan sampai bagian belakang gereja.
Ranie dan suaminya lalu mencoba melihat bagian mimbar gereja tempat Romo Karl Edmund Prier dibacok pelaku saat memimpin ibadah. Ia pun lebih shock karena kondisi mimbar itu lebih berantakan. Serpihan debu keramik patung Yesus dan Bunda Maria yang dirusak pelaku seperti bercampur dengan darah di lantai, seperti habis terkena gempa bumi.
“Berantakan sekali di dalam, masak saya sudah dipersilakan masuk malah diam dan cuma lihat-lihat dengan kondisi itu? Kan nggak elok, apalagi belum banyak orang saat itu, saya ngga mau cuma ‘memantau’,” ujar Ranie.
Perempuan kelahiran 28 September 1987 itu lalu melihat sekeliling dan menemukan sapu. Ia lantas meraih sapu itu, menyapu bagian yang terlihat banyak puing-puing pecahan batako. Sedangkan sang suami Ahmad Muttaqin Alim, 37 tahun, membantu membereskan kursi-kursi yang terbalik.
Warga dan umat sebelumnya memang sempat melempari pelaku penyerangan dengan pecahan batako dari luar agar menghentikan aksinya merusak gereja dan menyerang umat. Saat menyapu dengan latar patung Yesus yang dirusak itulah Ranie baru sadar sedang diambil gambarnya oleh awak media. Namun ia tetap cuek melanjutkan aktivitasnya.
“Masak niat baik saya membantu membersihkan harus batal gara-gara ada yang mau mengambil foto? Jadi saya nggak peduli yang penting bantuin,” ujar Ranie.
Kurang lebih satu setengah jam berada di Gereja St Lidwina, Ranie dan suami pamit undur diri karena warga gereja sudah mulai berdatangan untuk kerja bakti membersihkan.
Foto Ranie pun akhirnya jadi viral di dunia maya. Ada yang menyindir ada pula yang mengapresiasi.
“Saya nggak peduli apapun respons orang, soal niat hati saya membantu di situ biar jadi urusan kelak saya kepada Allah,” ujarnya.