Bisnis.com, JAKARTA - Saat peluncuran perdana buku“Rachmat Saleh Legacy Sang Legenda” tiga tahun lalu di Hotel Bidakara, tepatnya pada Rabu 28 Januari 2015, mantan Gubernur BI dan Menteri Perdagangan ini bertutur soal kejujuran dan keadilan.
Saat menyampaikan sambutannya, Rachmat Saleh menceritakan pengalaman dirinya saat masih berusia 4-5 tahun. Saat itu ia tinggal di suatu desa yang sangat sepi.
“Konon kata orang, saya itu waktu kecil nakal sekali, suka mengganggu teman-teman. Sehingga teman kanak-kanak yang bergaul sering merasa terganggu dan mengadu kepada bapak saya,” kata Rachmat Saleh, seperti dikutip laman wapresri.go.id.
Suatu hari, kata Rachmat, ia dilaporkan kepada sang ayah oleh salah seorang temannya. Ia pikir setibanya di rumah akan dimarahi, bahkan akan sedikit dipukul oleh ayahandanya.
Tetapi, ternyata bukan kemarahan atau pukulan yang diperoleh. Ayahnya hanya meminta Rachmat untuk duduk dan menceritakan kejadian yang terjadi dengan benar dan lengkap.
“Coba ceritakan lengkap, tapi yang jujur ya. Jujur dan lengkap,” ucap Rachmat menirukan permintaan ayahnya.
Baca Juga
Ia pun bercerita apa adanya.
Singkat cerita, 20 tahun kemudian, ia diterima di BI. “BI yang sangat saya dambakan. Jadi 20 tahun setelah pertama kali mendengar kata jujur, saya berkeliling kota, menyetir mobil pinjaman membawa bapak dari luar kota,” kenang Rachmat Saleh.
Ketika pergi bersama ayahnya dalam mobil pinjaman itu, ayahnya bertanya tentang pekerjaannya. Rachmat pun menceritakan apa yang dikerjakannya di BI.
“Bapak itu hanya mengangguk. Yang jujur ya. Yang jujur. Itu yang dikatakan Bapak saya,” ucap Rachmat.
Ya Allah saya mendengar jujur kembali, pikir Rachmat Saleh dalam hatinya.
Ayahnya kemudian melanjutkan percakapan dalam perjalanannya itu. Kalau kamu bekerja, ucap ayahnya, hendaknya kamu usahakan hasilkanlah yang terbaik “Pakailah ilmu kamu, tenaga, dan fisik kamu. Coba hasilkan yang terbaik. Insya Allah akan membantu kamu menghasilkan yang terbaik,” ucap Rachmat.
Ayahnya kembali berpesan. “Alhamdulillah kalau kamu mengalami kemajuan dan naik pangkat. Kalau kamu sewaktu-waktu pernah menjadi pemimpin berusahalah berbuat yang adil,” kata Rachmat.
Menurut ayahnya, pimpinan di kantor akan merasa senang jika bawahannya berbuat adil. Tetapi diingatkan ayahnya, kalau ia berbuat adil yang paling merasa senang adalah anak buah.
“Kalau jadi bos berbuatlah yang adil. Keputusan yang adil. Insya Allah kalau kamu pandai berbuat adil, anak buah kamu mendukung kamu. Dukungan paling hebat akan datang dari anak buah kamu. Hasilnya dinilai atasan kamu,” ujar Rachmat menirukan pesan ayahnya.
Tanpa disadarinya, ia telah berusaha sedemikian rupa, bahkan tanpa sengaja ia “menyiksa” anak buahnya.
“Banyak yang bekerja hingga larut malam bahkan subuh dan tidak tidur,” kenang Rachmat.
Untuk itu ia meminta maaf kepada keluarga dari stafnya.
“Maaf banyak gangguannya bekerjasama dengan Rahmat Saleh. Tetapi mudah-mudah dikerjakan dengan penuh kesenangan untuk memenuhi janji dan usaha kepada rakyat,” ucap Rachmat tiga tahun lalu.