Kabar24.com, JAKARTA – Tingkat bunuh diri di Amerika Serikat (AS) melonjak dalam beberapa bulan setelah komedian ternama Hollywood Robin Williams bunuh diri pada 2014.
Dalam laporan jurnal PLOS One, sebuah riset terbaru mengungkapkan lima bulan setelah kematian Robin Williams, ada 10% lebih banyak kasus bunuh diri dari pada yang diperkirakan. Angka ini setara dengan 1.841 kasus tambahan. “Tidak dapat diketahui pasti apakah kematiannya [Williams] menyebabkan lonjakan tapi tampaknya terhubung,” tulis studi tersebut, seperti dikutip BBC.
Para ahli berpendapat pemberitaan yang ‘tidak bertanggung jawab’ tentang kasus bunuh diri dapat memainkan peran besar terkait timbulnya copycat yang meniru tingkah laku dan tindakan tersebut.
Williams, yang membintangi film seperti Good Morning, Vietnam, dan Good Will Hunting, ditemukan tewas pada Agustus 2014. Pada saat kematiannya, sempat peringatan tentang sejumlah pemberitaan yang memberi terlalu banyak rincian atas sifat tindakan bunuh dirinya. Padahal, hal ini diketahui berlawanan terhadap panduan media.
Pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kode praktik editor Independent Press Standards Organization, kode penyiaran Ofcom, dan pedoman editorial BBC semuanya menyarankan untuk tidak membahas secara eksplisit metode yang digunakan. Namun, periset mengatakan ada bukti substansial bahwa banyak media cenderung menyimpang dari panduan ini.
Studi terbaru ini merujuk pada tingkat bunuh diri secara bulanan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, antara Januari 1999 dan Desember 2015, untuk melihat apakah ada lonjakan. Mereka menemukan terdapat 18.690 kasus bunuh diri antara bulan Agustus dan Desember 2014, lebih besar daripada perkiraan sebelumnya untuk 16.849 kasus.
Baca Juga
Menurut studi itu, berpekan-pekan pasca kematian Williams, ada peningkatan drastis terkait bunuh diri dan kematian dalam pemberitaan media, serta lebih banyak unggahan di forum bunuh diri dalam internet yang dipantau oleh para peneliti.
David Fink, salah satu penulis studi tersebut, dari Columbia University Mailman School of Public Health, mengatakan penelitian sebelumnya telah menunjukkan tingkat bunuh diri meningkat setelah seorang selebriti berprofil tinggi bunuh diri.
Namun ini adalah pertama kalinya sebuah penelitian dilakukan di era siklus pemberitaan 24 jam non stop. “Semakin banyak orang mendengar dan belajar tentang rinciannya secara spesifik [bunuh diri], semakin besar pula potensi mereka terhubung dengannya,” ujar Fink.
Diakui oleh para periset, mungkin saja ada peristiwa lain yang juga mampu meningkatkan tingkat bunuh diri yang kebetulan terjadi pada periode yang sama dengan kematian Williams, meski kemungkinan ini sangat kecil.
“Studi ini didasarkan pada bukti penelitian kuat yang menunjukkan bahwa penggambaran bunuh diri yang tidak bertanggung jawab atau terlalu rinci dapat memiliki dampak yang menghancurkan,” kata Lorna Fraser, dari layanan penasehat media Samaritan. “Dalam kasus selebriti, potensi seseorang berisiko memiliki hubungan emosional dan terlalu mengenal mereka [selebriti] lebih besar,” lanjut Fraser.
Robert Music, chief executive Jo's Cervical Cancer Trust, berpendapat pengaruh selebriti pada masyarakat, apakah positif atau negatif, tidak boleh diremehkan.
Ketika bintang reality show TV Inggris Jade Goody didiagnosa menderita kanker serviks pada 2008 dan meninggal pada 2009, penelitian menunjukkan sekitar 400.000 wanita menjalani skrining serviks.
Goody sebelumnya diketahui berbicara secara terbuka tentang penyakitnya dan pentingnya skrining. Efek ‘Jade Goody’ namun telah memudar dan jumlah skrining saat ini mencapai level terendahnya dalam 20 tahun.