Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung Maladewa mencabut putusan yang membebaskan tahanan politik setelah Presiden Abdulla Yameen memberlakukan status keadaan darurat dan menahan dua hakim agung karena dituding korupsi.
Tiga hakim agung Mahkamah Agung (MA) Maladewa yang tersisa mengatakan putusan yang disampaikan pada Kamis (1/2/2018) itu dibatalkan karena ada kekhawatiran dari presiden. Adapun putusan terdahulu salah satunya menyatakan mantan presiden dan pemimpin oposisi Mohamed Nasheed dibebaskan dari berbagai tuduhan termasuk terorisme.
The Guardian melansir Rabu (7/2/2018), Hakim Agung Abdulla Saeed dan seorang hakim lainnya ditahan kemarin setelah aparat keamanan menggeruduk komplek MA. Status keadaan darurat diberlakukan sejak kemarin hingga 15 hari berikutnya.
Namun, MA tidak mengubah putusannya terkait pembebasan 12 anggota parlemen yang membelot dari partai Yameen. Walaupun hal ini membuat kontrol pihak oposisi di parlemen lebih besar, tapi parlemen tidak bisa berbuat apapun selama negara dalam keadaan darurat.
Partai Demokrasi Maladewa (Maldivian Democratic Party/MDP), yang menjadi partai penyokong Nasheed, menilai langkah MA ini didasari oleh tekanan terhadap ketiga hakim.
"Yameen telah menggunakan tekanan demi mencabut putusan tersebut," ujar juru bicara MDP Hamid Abdul Ghafoor.
Aktivis oposisi juga memandang putusan tersebut sebagai pukulan terbaru dlam upaya mereka menjatuhkan Yameen, yang dianggap membawa Maladewa dalam konflik politik.
Adapun Nashee, yang saat ini berada di pengasingan di Sri Lanka, meminta dunia internasional untuk membantu melengserkan Yameen dari posisinya. Dia juga telah meminta India untuk mengirim tentara ke negaranya.
"Presiden Yameen telah mendeklarasikan darurat militer. Kita harus menurunkannya dari kekuasaan," paparnya dalam pernyataan resmi.
Nasheed adalah presiden pertama Maladewa yang terpilih secara demokratis. Dia dilengserkan pada 2012 ketika konflik politik di negara Asia Selatan itu memanas.