Kabar24.com, JAKARTA - KPK menetapkan Gubernur Jambi Zumi Zola sebagai tersangka karena menerima gratifikasi dengan jumlah total Rp6 miliar.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan Zumi Zola dan Arfan, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat diduga secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menerima hadiah terkait berbagai proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi.
“Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” katanya, Jumat (2/2/2018).
Basaria mengatakan bahwa sejak Rabu (31/1/2018) hingga Jumat, penyidik melakukan penggeledahan dan pemeriksaan para saksi terkait perkara ini. Saat penggeledahan di rumah dinas Zumi Zola, vila miliknya di Tabung Jabung Timur, serta di rumah salah seorang saksi, selain menyita dokumen, penyidik juga mengamankan sejumlah uang dalam pecahan rupiah dan dolar AS.
Menurutnya, jumlah uang belum bisa disampaikan oleh KPK karena masih dalam proses penghitungan. Selain itu, penyidik juga masih melakukan pengembangan perkara terkait para pengusaha yang diduga memberikan gratifikasi kepada Zumi Zola dan Arfan.
Baca Juga
“KPK juga masih melakukan pemeriksaan terhadap 13 saksi sejak Kamis dan hari ini [Jumat]. Mereka berasal dari pihak swasta, pejabat pemerintah atau PNS Povinsi Jambi,” tuturnya.
Penetapan status tersangka ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada akhir November 2017 dan menetapkan empat orang sebagai tersangka termasuk Arfan.
Keempat tersangka tersebut yakni Supriyono, Anggota DPRD Provinsi Jambi sekaligus anggota Badan Anggaran, Saipudin, Asisten III Sekretaris Daerah Jambi, Arfan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jambi serta Erwan Malik, Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi.
Supriyono sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No. 31/1999 sebagai mana diperbaharui dalam UU No.20/2001 sementara tiga tersangka lainnya yang bertindak sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 UU yang sama juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
“Dalam OTT ini KPK mengamankan total uang sebesar Rp4,7 miliar yang diduga bersumber dari para pengusaha rekanan pemerintah daerah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, uang suap yang diberikan tersebut bertujuan agar para anggota DPRD hadir dalam rapat paripurna pengesahan RAPBD 2018. Pasalnya, sempat beredar kabar bahwa sebagian anggota berencana untuk tidak menghadiri rapat tersebut karena ketiadaan uang pelicin yang diberikan oleh pemerintah daerah.
“Untuk memuluskan pengesahan tersebut, terjadi kesepakatan antara anggota DPRD dan pihak eksekutif tentang penyerahan uang yang sering diistilahkan sebagai uang ketok dengan kode undangan,” tambahnya.
Pada Selasa (29/11/2017), menurutnya telah terjadi tiga kali penyerahan yakni sebesar Rp700 juta dan Rp600 juta pada pagi hari serta Rp400 juta pada siang hari yang diserahkan oleh Saipudin kepada Supriyono, sebelum ditangkap oleh tim KPK.