Kabar24.com, JAKARTA - Meski KPK belum memberi keterangan resmi, informasi Gubernur Jambi Zumi Zola ditetapkan sebagai tersangka telah menyebar.
Keterangan status Zumi Zola sebagai tersangka dibenarkan oleh Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Agung Sampurno, Kamis (1/2/2018). Dalam surat permintaan pencekalan yang dilayangkan 25 Januari 2018, tertera status Zumi Zola sebagai tersangka.
“Dilakukan tindakan larangan ke luar negeri karena keberadaan yang bersangkutan dibutuhkan untuk kelancaran proses penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji di Provinsi Jambi. Larangan berpergian ke luar negeri itu berlaku selama enam bulan sejak 25 Januari 2018,” tuturnya.
Hingga berita ini diturunkan, KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait penetapan tersangka Gubernur Jambi tersebut. Lembaga antirasuah tersebut sejauh ini hanya menginformasikan telah memulai suatu penyelidikan dan penyidikan baru dalam kasus pemberian suap terhadap anggota DPRD Jambi pada November 2017.
Tersangka Erwan Malik, mantan Pejabat Sementara Sekretaris Daerah Jambi pekan lalu membenarkan bahwa akan ada tersangka baru yang bakal menyusul dirinya dan tiga tersangka lainnya.
Baca Juga
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penyuapan terkait pengesahan RAPBD 2018 Provinsi Jambi.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan keempat tersangka tersebut yakni Supriyono, Anggota DPRD Provinsi Jambi sekaligus anggota Badan Anggaran, Saipudin, Asisten III Sekretaris Daerah Jambi, Arfan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jambi serta Erwan Malik, Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi.
Supriyono sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No. 31/1999 sebagai mana diperbaharui dalam UU No.20/2001 sementara tiga tersangka lainnya yang bertindak sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 UU yang sama juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
“Dalam OTT ini KPK mengamankan total uang sebesar Rp4,7 miliar yang diduga bersumber dari para pengusaha rekanan pemerintah daerah,” ujarnya.
Basaria menjelaskan uang suap yang diberikan tersebut bertujuan agar para anggota DPRD hadir dalam rapat paripurna pengesahan RAPBD 2018. Pasalnya, sempat beredar kabar bahwa sebagian anggota berencana untuk tidak menghadiri rapat tersebut, karena ketiadaan uang pelicin yang diberikan oleh pemerintah daerah.
“Untuk memuluskan pengesahan tersebut, terjadi kesepakatan antara anggota DPRD dan pihak eksekutif tentang penyerahan uang yang sering diistilahkan sebagai uang ketok dengan kode undangan,” tambahnya.
Pada Selasa (29/11/2017), menurutnya telah terjadi tiga kali penyerahan yakni sebesar Rp700 juta dan Rp600 juta pada pagi hari serta Rp400 juta pada siang hari yang diserahkan oleh Saipudin kepada Supriyono, sebelum ditangkap oleh tim KPK.