Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto telah tiba di Brasil. Dia akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS, serta pertemuan bilateral dengan pemerintah Brasil.
Berdasarkan keterangan resmi Tim Media Prabowo, Kepala Negara mendarat di Pangkalan Udara Galeao, Rio de Janeiro, sekitar pukul 06.30 waktu Brasília (BRT), Sabtu (5/7/2025). Dia tiba dengan pesawat kepresidenan yang membawanya dari kunjungan ke Arab Saudi.
Delegasi Indonesia yang akan menemani Prabowo pada kehadiran formal pertamanya di KTT blok tersebut adalah di antaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Presiden ke-8 RI itu nantinya juga akan melanjutkan pertemuan bilateral dengan pemerintah Brasil di ibu kota, Brasilia, pada Selasa (8/7/2025) dan Rabu (9/7/2025).
"Di ibu kota Brasil, Prabowo dijadwalkan menggelar pertemuan bilateral dengan pemerintah Brasil. Fokus utamanya, memperkuat kerja sama strategis di berbagai sektor mulai dari perdagangan, energi, pertahanan, hingga ketahanan pangan," demikian dikutip dari keterangan resmi Tim Media Prabowo, Sabtu (5/7/2025).
Untuk diketahui, Indonesia secara resmi bergabung dengan BRICS pada Januari 2025. Pada KTT 2024, saat itu Indonesia masih diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sugiono.
Baca Juga
Didirikan oleh Brasil, Rusia, India, dan China, BRICS telah memposisikan diri sebagai penyeimbang terhadap blok kerja sama yang dipimpin oleh negara-negara Barat.
BRICS baru-baru ini memperluas keanggotaannya dengan memasukkan Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Dengan demikian, total anggotanya kini mencapai 10 negara.
Bahas Kasus Juliana?
Ini menjadi kunjungan kedua Prabowo di Brasil sebagai presiden. Pada 2024 lalu, dia telah menghadiri KTT G20 juga diselenggarakan di Rio de Janeiro.
Bedanya, kunjungan kedua Prabowo ke Brasil dan perdana di BRICS ini turut dibayangi oleh kasus kematian turis asal negara tersebut di Gunung Rinjani, Juliana Marins. Kendati proses evakuasi jenazah berhasil dilakukan, muncul wacana untuk menuntut Indonesia ke ranah hukum internasional.
Meski demikian, rencana itu bukan secara resmi oleh pemerintah Brasil ke Indonesia. Hal itu disampaikan oleh keluarga almarhum, serta lembaga independen Federal Public Defender's Office (FPDO).
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra sebelumnya telah menjelaskan bahwa FPDO adalah lembaga independen, sehingga tidak mewakili pemerintah Brasil.
Yusril mengaku tidak tahu apabila Prabowo dalam kunjungannya ke Brasilia nanti akan membahas soal kasus Juliana, ketika bertemu dengan pemerintahan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva. Apalagi, pemerintah Indonesia juga disebut belum menerima nota diplomatik dari Brasil yang intinya mempertanyakan soal kematian Juliana di Rinjani.
Berdasarkan catatan Bisnis, jenazah Juliana juga telah dibawa ke Brasilia dan diotopsi saat di Indonesia maupun di Brasil. Namun, pihak keluarga dikabarkan ingin dilakukannya otopsi kembali.
Yusril menyatakan Indonesia prihatin dan berduka atas wafatnya Juliana Marins dan insiden yang menimpanya. Dia menyatakan pemerintah menghormati berbagai respons yang diberikan baik dari FPDO, keluarga maupun masyarakat Brasil.
Dia tidak memungkiri adanya kemungkinan Prabowo bakal membicarakan kasus tersebut saat bertemu dengan pemerintah Brasil di Brasilia usai KTT BRICS.
"Kita dengar nanti mungkin ada pembicaraan di sela-sela pembicaraan bilateral antara Presiden Prabowo dan Presiden Brasil, mungkin akan dikemukakan tapi saya yakin bahwa Kementerian Luar Negeri juga sudah memberikan banyak masukan kepada kedutaan kita di Brasil untuk mengikuti pekembangan tahap-tahap atas kasus ini," jelasnya di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jumat (4/7/2025).
Menurut Yusril, hal terpenting adalah bagaimana agar kasus Juliana tidak mengganggu hubungan baik antara Indonesia dan Brasil.
Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, RSUD Bali Mandara telah melakukan otopsi terhadap jenazah Juliana. Hasilnya, Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit mengungkap bahwa Juliana meninggal akibat benturan dengan benda tumpul saat jatuh di Gunung Rinjani.
Benturan tersebut menyebabkan luka lecet geser, patah tulang hingga pendarahan.
"Kami melakukan pemeriksaan luar dan otopsi, jadi hasilnya kita memang menemukan luka-luka pada seluruh tubuh korban [Juliana], terutama yang ada adalah luka lecet geser, yang menandakan bahwa korban itu memang geser dengan benda tumpul. Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang, terutama di daerah dada bagian belakang, tulang punggung dan paha," jelas Putu Alit kepada media, Jumat (27/6/2025).
Berdasarkan kronologinya, Juliana jatuh ke lereng Gunung Rinjani dari yang awalnya 200 meter, kemudian semakin terperosok hingga kedalaman 600 meter.
Setelah lima hari berselang pada 25 Juni 2025 pukul 13:51 WITA, tim SAR gabungan baru bisa mengangkat jenazah korban dari dasar jurang menggunakan peralatan manual dengan tali yang ditarik pakai teknik lifting.