Kabar24.com, MALANG—Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan tahun ini merupakan tahun pembenahan pendidikan karena kompleknya permasalahan pada bidang tersebut yang perlu penanganan segera.
“Tahun ini diharapkan mulai melakukan pembenahan. Tahun ini fokus menangani masalah-masalah pendidikan,” ungkapnya pada peresmian Pembangkit listrik dan Laboratorium Pembelajaran Tenaga Surya SMAN 8 Malang, Selasa (30/1/2018).
Permasalahan dimaksud, kata dia, seperti ketimpangan pendidikan di Indonesia karena masih banyak daerah tertinggal di negeri ini yang masih perlu sentuhan langsung.
Semua daerah di Indonesia tak sama dengan Jawa Timur. Kita harus akui itu, bukan untuk merendahkan, tapi sebagai motivasi untuk memperbaiki dan mengejar ketertinggalan," katanya.
Permasalahan lain, kebijakan, model pendidikan, hingga kurikulum yang digunakan. Masyarakat juga memiliki pemikiran yang selalu menyeragamkan kemampuan seorang siswa.
Dalam segi kebijakan, misalnya, kebijakan yang diterapkan saat ini masih memiliki celah kesalahan. Salah satunya terkait beban kerja guru yang sangat tidak masuk akal.
Dalam peraturan lama, seorang guru memiliki beban kerja 24 jam selama satu pekan. Artinya, jam kerja seorang guru hanya dihitung saat dia melakukan tatap muka di dalam kelas.
Sementara jika guru tidak melakukan aktivitas mengajar di depan kelas dinyatakan tidak bekerja sehingga tak heran jika selama ini banyak guru yang pulang pergi sesuai dengan jadwal mengajarnya. Guru pun memilih untuk tidak berdiam diri di sekolah.
Padahal, lanjut Muhadjir, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah pendidikan berkarakter sehingga sangat dibutuhkan peran guru untuk tetap berada di sekolah untuk memberi pendampingan pada siswanya.
Karena itu, dia menilai, peraturan tersebut harus segera diubah. Kesalahan praktik semacam itu, bukan saja pada perilaku guru, tapi juga pada peraturannya."Kesalahan itu dibiarkan saja sejak tahun 2009,” ucapnya.
Selanjutnya, masalah penerapan dan penggunaan kurikulum. Sekarang, kurikulum cenderung diseragamkan, padahal sebuah kurikulum seharusnya diterjemahkan oleh setiap guru karena mereka yang tahu kebutuhan siswanya.
Karena itulah, kurikulum mestinya tidak harus seragam sehingga harus diterjemahkan guru karena mereka mengetahui apa yang harus diberikan kepada muridnya. Guru yang berhadapan dengan siswa.
Karena itulah, keistimewaan masing-masing siswa yang harus diperhatikan. Anak yang kurang bisa matematika bukan berarti tidak ahli di bidang yang lain sehingga guru bisa mengarahkan siswa sesuai dengan apa yang dimiki dan tingkat kemampuannya.
“Jadi jangan menghakimi seorang anak nggak punya masa depan. Mereka memiliki keunikan,” ucap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Karena itulah, Kemendikbud harus menata sekolah-seoplah karena the real kurikulum adalah guru.
Persoalan yang tidak kalah penting, terkait SDM guru. Saat ini, ada 760.000 tenaga guru honorer di sekolah negeri. Di sisi lain, ada banyak guru yang pensiun di tahun ini, namun pengangkatan guru justru kurang.
Persoalan terkait dengan gedung sekolah, pada kurun 1974-1984, kata dia, ada 160.000 sekolah dibangun, termasuk pengangkatan guru karena kebutuhan SDM guru memang besar.
Saat ini, sekolah-sekolah tersebut harus dibenahi karena banyak yang rusak, begitu juga guru harus diganti karena memasuki usia pensiun. “Sayangnya enam tahun tidak ada pengangkatan,” ucapnya.
Tahun lalu, memang ada pengangkatan 6.000 guru namun uintuk memenuhi kebutuhan daerah terluar, terdepan, dan tertinggal, sedangkan untuk untuk pengganti guru pensiun dan sekolah baru belum ada . Termasuk pengangkatan guru honorer.