Kabar24.com,JAKARTA - Wali Kota Mojokerto, Jawa Timur, Masud Yunus yang telah ditetapkan sebagai tersangka mengaku siap menjalani proses hukum.
Ditemui seusai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (4/12/2017), Masud mengatakan setidaknya ada 14 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik kepadanya dan semuanya telah dia jawab.
“Pemeriksaannya lancar. Saya jawab sesuai dengan apa yang saya ketahui, saya dengar dan saya alami,” tuturnya.
Dia mengaku belum berencana mengajukan praperadilan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka dan siap menjalani segala proses hukum termasuk jika harus menjalani masa penahanan sebelum diajukan ke pengadilan.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan pada 17 November 2017, lembaga itu telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dan menetapkan Walikota Mojokerto sebagai tersangka pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
“MY selaku wali kota diduga bersama-sama dengan WF [Wiwiet Febriyanto], selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan perubahan APBD pada dinas dimaksud,” ujarnya.
Baca Juga
Dia melanjutkan KPK menjerat Masud Yunus selaku pihak pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) No.31/1999. Dalam sidang kepada para tersangka sebelumnya yakni Purnomo, Wakil Ketua DPRD beserta dua kompatriotnya Umar Faruq dan Abdullah Fanan serta Wiwiet Febriyanto, hakim sependapat dengan penuntut umum ada perbuatan kerja sama antara Masud dan Wiwiet guna memenuhi permintaan Anggota DPRD.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada pertengahan Juni 2017 di Mojokerto, Jawa Timur. Saat itu tim KPK mengamankan uang tunai Rp470 juta dari beberapa pihak .
Sebesar Rp300 juta di antaranya merupakan bagian dari total komitmeen Rp500 juta dari Kadis PU dan Wiwiet kepada pimpinan DPRD agar lembaga legislatif itu menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya menjadi anggaran program penataan lingkungan pada dinas tersebut senilai Rp13 miliar.
“Sedangkan uang lainnya sebesar Rp170 miliar diduga terkait komitmen setoran triwulanan yang telah disepakati sebelumnya. Uang itu diamankan dari beberapa pihak,” tutur Febri.